Minggu, 25 Juli 2010

TATA KRAMA DAN TATA TERTIB SISWA SMP N BONTORAMBA


TATA KRAMA DAN TATA TERTIB
KEHIDUPAN SEKOLAH BAGI SISWA

BAB I
KETENTUAN UMUM

  1. Tata krama dan tata tertib sekolah ini dimaksudkan sebagai rambu-rambu bagi siswa dalam bersikap dan bertingkah laku, bertutur kata, bertindak dan melaksanakan kegiatan sehari-hari di sekolah dalam rangka menciptakan iklim dan kultur sekolah yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran yang efektif.
  2. Tata krama dan tata tertib sekolah ini dibuat berdasarkan nilai-nilai yang dianut sekolah dan masyarakat sekitar, yang meliputi : nilai ketaqwaan, sopan santun pergaulan, kedisiplinan, keamanan, ketertiban, kebersihan, kesehatan, kerapihan, dan nilai-nilai yang mendukung kegiatan belajar yang efektif.
  3. Setiap siswa wajib melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam tatakrama dan tata tertib ini secara konsekuen dan penuh kesadaran.

Pasal 1

PAKAIAN SEKOLAH

  1. Pakaian Seragam Siswa mengenakan pakaian seragam sekolah dengan ketentuan sebagai berikut :
  • Umum
  1. Sopan dan rapi sesuai dengan ketentuan yang berlaku
  2. Baju warna putih, bawahan sesuai dengan ketentuan
  3. Memakai badge OSIS / pin OSIS dengan identitas sekolah
  4. Memakai dasi sesuai dengan ketentuan
  5. Pakaian tidak terbuat dari kain tipis dan tembus pandang, tidak ketat dan tidak membentuk tubuh
Pemakain Seragam
  • Senin : putih-putih dengan atribut lengkap
  • Selasa – Rabu : putih-biru
  • Kamis : batik-biru
  • Jumat : pakain muslim ( siswa non muslim)
  • Tidak mengenakan perhiasan yang mencolok
  • Sepatu hitam sesuai ketentuan ( Warior ) dan tidak mahal
  • Kaos kaki warna putih panjang 15 an dari mata kaki
Khusus laki-laki
  1. Baju dimasukan kedalam celana
  2. Celana Panjang
  3. Celana dan lengan baju tidak digulung
  4. Celana tidak disobek atau dijahit cutbrai
Khusus Perempuan
  1. Baju dimasukan ke dalam rok
  2. Rok Panjang
  3. Bagi yang berjilbab, panjang rok sampai mata kaki dan jilbab berwarna putih
  4. Tidak memakai perhiasan dalam bentuk apapun
  5. Lengan baju tidak digulung

Pakaian Olah Raga

Untuk pelajaran olah raga siswa memakai pakaian olah raga sesuaI peraturan yang berlaku.

Pasal 2

RAMBUT, KUKU, TATO, MAKE UP

Umum

Siswa dilarang :

  1. Berkuku panjang
  2. Mengecat rambut dan kuku
  3. Bertato
  4. Khusus siswa laki-laki
  5. Tidak berambut panjang
  6. Tidak berambut warna / semir
  7. Rambut tidak berkuncir
  8. Tidak memakai kalung, cincin, anting, gelang dan sejenisnya
  9. Khusus siswa perempuan Tidak memakai make up atau sejenisnya kecuali bedak tipis
Pasal 3

MASUK DAN PULANG SEKOLAH

  1. Siswa wajib hadir di sekolah 15 menit sebelum bel berbunyi
  2. Siswa terlambat datang kurang dari 10 menit harus laporan kepada guru piket dan besoknya murat dari orang tua.
  3. Siswa terlambat datang kesekolah harus lapor kepada guru piket dan tidak diperkenankan masuk kelas pada pelajaran tersebut
  4. Pintu gerbang akan ditutup pukul 07.00 WIB
  5. Selama pelajaran berlangsung dan pada pergantian jam pelajaran siswa diharapkan tenang dan tetap berada di dalam kelas
  6. Pada waktu istirahat siswa sebaiknya berada di luar kelas
  7. Pada waktu pulang siswa diwajibkan langsung meninggalkan sekolah menuju ke rumah masing-masing
  8. Pada waktu pulang siswa dilarang duduk-duduk (nongkrong) di tepi-tepi jalan atau ditempat-tempat tertentu
Pasal 4

KEBERSIHAN, KEDISIPLINAN DAN KETERTIBAN

  1. Setiap kelas dibentuk tim piket: kelas yang secara bergilir bertugas menjaga kebersihan dan ketertiban kelas.
  2. Setiap tim piket kelas yang bertugas hendaknya menyiapkan dan memelihara perlengkapan kelas yang terdiri dari:

  • Penghapus, papan tulis, penggaris dan alat tulis
  • Taplak meja dan bunga
  • Sapu ijuk, pengki plastik, dan tempat sampah
  • Lap tangan, alat pel dan ember cuci tangan
3. Tim piket kelas mempunyai tugas:
  • Memakai tanda khusus di bahu kiri
  • Membersihkan lantai dan dinding serta merapikan bangku-bangku dan meja sebelum jam pelajaran dimulai
  • Melengkapi dan merapikan hiasan dinding kelas, seperti bagan struktur organisasi kelas, jadwal piket, papan absensi dan hiasan lainnya.
  • Memasang taplak meja dan hiasan bunga
  • Menulis papan absensi kelas
  • Melaporkan kepada guru piket tentang tindakan-tindakan di kelas, misalnya : coret- coret, berbuat gaduh (ramai) atau merusak benda-benda yang ada di kelas.
  • Setiap siswa membiasakan menjaga kebersihan ruang kelas, kamar kecil / toilet, halamansekolah, kebun sekolah, dan lingkungan sekolah
  • Setiap siswa membiasakan membuang sampah pada tempat yang telah ditentukan.
  • Setiap siswa membiasakan budaya antri dalam mengikuti berbagai kegiatan sekolah dan luar sekolah yang berlangsung bersama-sama
  • Setiap siswa menjaga suasana ketenangan belajar baik di kelas, perpustakaan, laboratorium maupun di tempat lain di lingkungan sekolah
  • setiap siswa mentaati jadwal kegiatan sekolah, seperti penggunaan dan pinjaman buku di perpustakaan, penggunaan laboratorium dan sumber belajar lainnya.
  • Setiap siswa agar menyesuaikan tugas yang diberikan sekolah sesuai ketentuan yang ditetapkan.
Pasal 5

SOPAN SANTUN PERGAULAN

Dalam pergaulan sehari-hari di sekolah, setiap siswa hendaknya :
  1. Mengucapkan salam/berjabat tangan terhadap teman, kepala sekolah, guru dan pegawai sekolah apabila baru bertemu pada waktu pagi/siang hari atau akan berpisah pada waktu siang/sore hari.
  2. Menghormati sesama siswa, menghargai perbedaan agama yang dianut dan latar belakang sosial budaya yang dimiliki oleh masing-masing teman baik disekolah maupun di luar sekolah
  3. Menghormati ide, pikiran dan pendapat, hak cipta orang lain, dan hak milik teman dan warga sekolah
  4. Berani menyampaikan sesuatu yang salah adalah salah dan menyatakan sesuatu yang benar adalah benar
  5. Menyampaikan pendapat secara sopan tanpa menyinggung perasaan orang lain
  6. Membiasakan diri mengucapkan terima kasih kalau memperoleh bantuan atau jasa dari orang lain
  7. Berani mengakui kesalahan yang terlanjur telah dilakukan dan meminta maaf apabila merasa melanggar hak orang lain atau berbuat salh kepada orang lain
  8. Menggunakan bahasa (kata) yang sopan dan beradab yang membedakan hubungan dengan orang lebih tua dan taman sejawat



Pasal 6

LARANGAN-LARANGAN

Siswa di sekolah dilarang melakukan hal-hal berikut :
  1. Merokok, meminum minuman keras, mengedarkan dan mengkonsumsi narkotika, obatpsikotropika, obat terlarang lainnya di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah
  2. Berpacaran dilingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah
  3. Berkelahi baik perorangan maupun kelompok, di dalam sekolah atau di luar sekolah
  4. Membuang sampah tidak pada tempatnya
  5. Mencoret dinding bangunan, pagar sekolah, perabot dan peralatan sekolah lainnya
  6. Berbicara kotor, mengumpat, bergunjing, menghina atau menyapa antar sesama siswa atau warga sekolah dengan kata sapaan, atau panggilan yang tidak senonoh
  7. Membawa barang yang tidak ada hubungannya dengan kepentingan sekolah atau kegiatan belajar mengajar, seperti senjata tajam, atau alat-alat lain yang membahayakan keselamatan orang lain
  8. Membawa, membaca / menonton, mengedarkan bacaan, gambar, sketsa, audio, vidio pornografi
  9. Membawa kartu/alat judi dan bermaian judi
  10. Meminta uang/barang secara paksa (malak) pada siswa lain baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah
  11. Membentuk organisasi selain OSIS atau kegiatan lain tanpa sepengetahuan dan seizin kepala sekolah
  12. Dilarang membawa HP ke sekolah, bila terbukti melanggar, handphone ditahan sementara dan harus diambil oleh orang tua/wali murid
Pasal 7

PENJELASAN TAMBAHAN

  1. Rambut siswa laki-laki dinyatakan panjang apabila rambut melewati ukuran 3,2,1 cm
  2. Yang dimaksud dengan kartu / alat judi adalah semua jenis alat permainan judi
  3. Pemanggilan orang tua siswa tidak dapat diwakilkan.
  4. Bila kehilangan HP atau Uang atau Barang berharga lainnya bukan menjadi tanggung jawab sekolah atau urusan kesiswaan.
BAB II
PELANGGARAN DAN SANKSI

Siswa yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang tercantum dalam tata krama dan tata tertib kehidupan sosial sekolah dikenakan sanksi sebagai berikut :
  1. Teguran
  2. Penugasan
  3. Pemanggilan orang tua
  4. Skorsing
  5. Dikeluarkan langsung dari sekolah

Jumat, 02 Juli 2010

POTRET SERTIFIKASI GURU




LANDASAN TEORI
A. Tujuan dan Gambaran Umum Prosedur Sertifikasi Guru
Pada hakikatnya sertifikasi merupakan suatu usaha pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia dengan meningkatkan kualitas guru serta kesejahteraannya. Untuk meningkatkan kualitas guru dengan karakteristik yang dinilai kompeten maka salah satu caranya adalah dengan sertifikasi. Diharapkan seluruh guru Indonesia nantinya mempunyai sertifikat atau lisensi mengajar. Tentu saja dengan ukuran karakteristik guru yang dinilai kompeten secara professional. Hal ini merupakan implementasi dari Undang-Undang tentang guru dan dosen bab IV pasal 8 yang menjelaskan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Undang-Undang, Nomor 14, 2005)
Peningkatan mutu guru lewat program sertifikasi ini sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan. Rasionalnya adalah apabila kompetensi guru bagus yang diikuti dengan kesejahteraan yang bagus, diharapkan kinerjanya juga bagus. Apabila kinerjanya juga bagus maka KBM-nya juga bagus. KBM yang bagus diharapkan dapat membuahkan pendidikan yang bermutu (Masnur Muslich, 2007). Pemikiran itulah yang mendasari bahwa guru perlu disertifikasi. Menurut Masnur Muslich manfaat uji sertifikasi antara lain sebagai berikut:
  1. Melindungi profesi guru dari praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri.
  2. Melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan professional yang akan menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia di negeri ini.
  3. Menjadi wahana penjamin mutu bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan.
  4. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
Seseorang yang ingin menjadi guru yang bersertifikat pendidik (professional) harus mengikuti program pendidikan profesi guru dan uji kompetensi. Setelah menempuh dan lulus pendidikan profesi, kemudian mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik dalam program sertifikasi calon guru. Jika dinyatakan lulus sertifikasi, maka berhak menyandang “guru pemula yang bersertifikasi profesi”. Sedangkan bagi guru di sekolah (guru dalam jabatan) yang ingin memperoleh sertifikat pendidik, dapat mengajukan ke Depdiknas Kabupaten atau Kota setempat untuk diseleksi (internal skill audit). Apabila hasil dari seleksi tersebut memenuhi syarat, kemudian diikutkan dalam uji sertifikasi yang diselengkarakan oleh LPTK yang ditunjuk. Setelah mengikuti berbagai jenis tes dan dinyatakan lulus maka akan memperoleh sertifikat pendidik dan mendapatkan tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok dari pemerintah. Bagi guru dalam jabatan yang tidak lolos dalam internal skill audit maka disarankan mengikuti inservice training dahulu. Jika telah dianggap layak dapat dilanjutkan uji sertifikasi.
Dalam rangka memperoleh profsionalisme guru, hal yang diujikan dalam sertifikasi adalah kompetensi guru. Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Pasal 10 dan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28, kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogic, kepribadian, professional, dan sosial. Pada sertifikasi guru dalam jabatan, uji kompetensi terhadap keempat kompetensi tesebut dilakukan dalam bentuk penilaian portopolio, yaitu penilaian terhadap kumpulan dokumen yang diarahkan pada sepuluh komponen, sebagaimana yang tertuang dalam Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 Pasal 2 Butir 3: Kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang ke pendidikan dan sosial, penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
B. Standar Kompetensi Guru
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nasional (Sisdiknas, 2003 pasal 35 ayat 1), mengemukakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas satandar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Memahami hal tersebut, sangat jelas bahwa guru yang bertugas sebagai pengelola pembelajaran dituntut untuk memiliki standar kompetensi dan professional. Hal ini mengingat betapa pentingnya peran guru dalam menata isi, sumber belajar, mengelola proses pembelajaran, dan melakukan penilaian yang dapat memfasilitasi terciptanya sumberdaya manusia yang memenuhi standar nasional dan standar tuntutan era global.
Standar kompetensi dalam hal ini dimaksudkan sebagai sesuatu spesifikasi teknis kompetensi yang dibakukan (BSN, 2001) yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan keselamatan, keamanan, kesehatan, prkembangan Ipteks, perkembangan masa kini dan masa mendatang untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. Kompetensi merupakan komponen utama dari standar profesi selain kode etik sebagai regulasi perilaku profesi yang dirtetapkan dalam prosedur dan system pengawasan tertentu. Broke and Stone (1995) mengemukakan bahwa kompetensi guru sebagai “…descriptive of qualitative nature of teacher behavior appears to be enterly meaningful…“ kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang hakikat perilaku guru yang penuh arti. Dari pernyataan tersebut maka kompetensi diartikan dan dimaknai sebagai perangkat perilaku efektif yang terkait dangan eksplorasi dan investigasi, menganalisis dan memikirkan, serta memberikan perhatian, dan mempersepsikan yang mengarahkan seseorang menemukan langkah-langkah preventive untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, E. Mulyasa (2007) mengemukakan bahwa kompetensi bukanlah suatu titik akhir dari suatu upaya melainkan suatu proses yang berkembang dan belajar sepanjang hayat (lifelong learning process).
Kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencakup:
1. Penguasaan materi, yang meliputi pemahaman karakteristik dan substansi ilmu sumber bahan pembelajaran, pemahaman disiplin ilmu yang bersangkutan dalam konteks yang lebih luas, penggunaan metodelogi ilmu yang bersangkutan untuk mempverivikasi dan memantpkan pemahaman konsep yang dipelajari, serta pemahaman manajemen pembelajaran.
2. Pemahaman terhadap peserta didik meliputi berbagai karakteristik, tahap-tahap perkembangan dalam berbagai aspek dan penerapanya (kognitif, afektif, dan psikomotor) dalam mengoptimalkan perkembangann dan pembelajaran.
3. Pembelajaran yang mendidik, yang terdiri atas pemahaman konsep dasar proses pendidikan dan pembelajaran bidang studi yang bersangkutan, serta penerpanya dalam pelaksanaan dan pengembangan pembelajaran.
4. Pengembangan kepribadian profesionalisme, yang mencakup pengembangan intuisi keagamaan yang berkepribadian, sikap dan kemampuan mengaktualisasikan diri, serta sikap dan kemampuan mengembangkan profesionalisme kependidikan.
Selain standar kompetensi profesi di atas, guru juga perlu memuliki standar mental, moral, sosial, spiritual, intelektual, fisik, dan psikis. Hal ini dipandang perlu karena dalam melaksanakan tugasnya guru diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan (guide of journey) yang bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya (E. Mulyasa, 2007:28)
BAB III
PEMBAHASAN
1.1 Pengaruh Negatif Sertifikasi Guru Berbasis Portofolio terhadap Kompetensi Guru
Fakta dilapangan sangat jelas bahwa untuk memperoleh sertifikasi guru, hanya dengan menyerahkan portofolio. Padahal jika dilihat dari aspek evaluasi, uji portofolio tidak menggambarkan kompetensi atau kemampuan para guru sesuai dengan Undang-undang No. 14 tahun 2005 pasal 8 yang menyatakan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Pelaksanaan program sertifikasi tujuan dasarnya adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Karena dengan meningkatnya kualitas pendidikan, maka akan dapat pula mendongkrak kualitas pendidikan bangsa Indonesia saat ini. Meski proses sertifikasi guru sudah memasuki periode keempat, bukan berarti kendala dan permasalahan yang menyertai sertifikasi guru sirna. Bahkan, problematika yang berasal dari para peserta sertifikasi sendiri bermunculan, karena para guru saling berlomba melengkapi berbagai persyaratan sertifikasi dengan cara yang tidak benar. Terlebih, syarat sertifikasi hanya menyusun portofolio yang di dalamnya berisi berbagai dokumen mengenai kompetensi guru dalam berbagai bidang.
Adapun dampak negatif dari sertifikasi guru berbasis portofolio terhadap kinerja dan kompetensi guru adalah:
Menjadi Sosok yang Certificate-Oriented
Ternyata implementasi sertifikasi guru dalam bentuk penilaian portofolio ini kemudian menimbulkan polemik baru. Banyak para pengamat pendidikan yang menyangsikan keefektifan pelaksanaan sertifikasi dalam rangka meningkatkan kinerja guru. Bahkan ada yang berhipotesis bahwa sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tak akan berdampak sama sekali terhadap peningkatan kinerja guru, apalagi dikaitkan dengan peningkatan mutu pendidikan nasional. Hal ini berkaitan dengan temuan-temuan dilapangan bahwa adanya indikasi kecurangan dalam melengkapi berkas portofolio oleh para guru peserta sertifikasi. Bahkan seorang asesor sertifikasi sekaligus dosen Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr. Salam, pernah menuturkan bahwa kasus pemalsuan atau rekayasa berkas serifikasi (portofolio) menjadi pemandangan yang cukup fenomenal dalam proses sertifikasi.
Semua guru ribut ikut seminar dan lokakarya agar mendapat sertifikat, legalisasi ijazah dengan cara scan, lengkap dengan tanda tangan kepala sekolah dan cap sekolah, termasuk ijazah S-1 yang entah berasal dari perguruan tinggi mana. Salah satu penyebab terjadinya penyimpangan tersebut adalah lemahnya pengarsipan data sehingga pada saat dokumen tertentu dibutuhkan, para guru kerepotan karena tidak terbiasa mengarsip. Hal seperti ini bisa saja lulus dalam proses sertifikasi. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwasannya asesor sebagai orang yang menilai portofolio melakukan kesalahan dan tidak cermat dalam melakukan penilaian. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah guru sebagai cermin siswa itu jujur, apakah layak untuk mendapat sertifikat pendidik sebagai pendidik profesional? Apa tidak malu jika bersertifikat profesional, tetapi ijazah yang dimiliki ditempuh dengan cara seperti itu?. Sebagian guru menjadi seorang yang certificate-oriented bukannya programe-oriented yang seharusnya sibuk memikirkan teknik pengajaran apa yang akan digunakan di dalam kelas agar hasil pembelajaranya maksimal.
Miskin Keterampilan dan Kreatifitas
Guru bukanlah bagian dari sistem kurikulum, tetapi keberhasilan pelaksanaan kurikulum akan bergantung pada kemampuan, kemauan, dan sikap professional tenaga guru (Soedijarto, 1993:136). Kalau dikaitkan persyaratan professional seorang guru yang sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan yaitu, mampu merencanakan, mengembangkan, melaksanakan, dan menilai proses belajar secara relevan dan efektif maka seorang guru yang professional akan dengan mudah lolos sertifikasi berbasis portofolio tanpa harus memanipulasi berkasnya. Karena sebelumnya ia telah giat mengembangkan dirinya demi anak didiknya. Namun yang menjadi persoalan adalah mereka, para guru yang melakukan kecurangan dalam sertifikasi.
Temuan kecurangan dalam sertifikasi tersebut jelas membuktikan bahwa guru yang lolos sertifikasi dengan cara memanipulasi berkas portofolio, akan tetap mengajar dengan seadanya. Guru yang terampil dan kreatif akan mampu menguasai dan membawa situasi pembelajaran dengan bekal keterampilan dan ide-ide kreatifnya. Sehingga peserta didik pun lebih interest mengikuti pelajaran, tidak jenuh dan berpikiran bahwa guru tersebut adalah orang yang handal dan mempunyai banyak pengalaman. Berbeda halnya dengan guru yang tidak kreatif. Mereka miskin keterampilan dan kreatifitas sehingga apa yang disampaikan serasa kaku tanpa pengembangan konsep pembahasan. Penyajian pelajaran hanya sebatas penyampaian secara tekstual. Dan menurut hemat penulis hal ini lah yang dialami oleh para guru yang memanipulasi berkas portofolio mereka dalam sertifikasi.
Degradasi Semangat Mengembangkan Diri
Jika dalam Standar Nasional Pendidikan menyebutkan bahwa guru harus mengembangkan kepribadiannya ke arah profesionalisme. Maka sertifikasi berbasis portofolio dipandang dapat menghambat proses pengembangan tersebut. Karena seperti yang penulis paparkan di atas, Bahwa sertifikasi selain untuk meningkatkan kualitas guru dan pendidikan di Indonesia juga untuk meningkatkan kesejahteraan guru itu sendiri. Dengan memberikan tunjangan satu kali gaji pokok. Kalau proses sertifikasi hanya dinilai dengan berkas portofolio maka guru pun akan dengan instant melengkapinya. Pengembangan diri yang meliputi standar profesi dan standar mental, moral, sosial, spiritual, intelektual, fisik, dan psikis membutuhkan proses yang panjang, tidak bisa secara instant. Apalagi hanya dibuktikan dengan sertifikat kegiatan-kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan kependidikan jelas tidak bisa dijadikan standar pengembangan diri seorang guru. Pada akhirnya para guru pun enggan untuk berusaha mengembangkan dirinya sebagaimana yang dituntut dalam Undang-ndang Guru dan Dosen serta Standar Pendidikan Nasional.
Merosotnya Kompetensi Profesi
Hasil penelitian United Nation Development Programe (UNDP) pada tahun 2007 tentang Indeks Pengembangan Manusia menyatakan Indonesia berada pada peringkat ke-107 dari 177 negara yang diteliti. Peringkat Indonesia
yang rendah dalam kualitas sumber daya manusia ini adalah gambaran mutu
pendidikan Indonesia yang rendah. Keterpurukan mutu pendidikan di Indonesia juga dinyatakan oleh United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO)-Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurus bidang pendidikan. Menurut Badan PBB itu, peringkat Indonesia dalam bidang pendidikan pada tahun 2007 adalah 62 di antara 130 negara di dunia. Salah satu
penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah komponen mutu guru. Rendahnya profesionalitas guru di Indonesia dapat dilihat dari kelayakan guru mengajar. Menurut Balitbang Depdiknas, guru-guru yang layak mengajar untuk tingkat SD baik negeri maupun swasta ternyata hanya 28,94%. Guru SMP negeri 54,12%, swasta 60,99%, guru SMA negeri 65,29%, swasta 64,73%, guru SMK negeri 55,91 %, swasta 58,26 %.
Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan rendahnya kualitas guru ini adalah dengan mengadakan sertifikasi berbasis portofolio. Dengan adanya sertifikasi, pemerintah berharap kinerja guru akan meningkat dan pada gilirannya mutu pendidikan nasional akan meningkat pula. Namun sertifikasi yang berbasis portofolio tersebut menjadi keprihatinan banyak pihak. Hal ini dikarenakan pelaksanaan sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tidak lebih dari penilaian terhadap tumpukan kertas. Kelayakan profesi guru dinilai berdasarkan tumpukan kertas yang mampu dikumpulkan. Padahal untuk membuat tumpukan kertas itu pada zaman sekarang amatlah mudah. Tidak mengherankan jika kemudian ada beberapa kepala sekolah yang menyetting berkas portofolio guru di sekolahnya tidak mencapai batas angka kelulusan. Mereka berharap guru-guru tersebut dapat mengikuti diklat sertifikasi. Dengan mengikuti diklat sertifikasi, maka akan banyak ilmu baru yang akan didapatkan secara cuma-cuma. Dan pada gilirannya, ilmu yang mereka dapatkan di diklat sertifikasi akan diterapkan di sekolah atau di kelas. Fenomena ini menerangkan bahwa sertifikasi berbasis portofolio menyebabkan merosotnya kompetensi profesi guru.
1.2 Cara Mengantisipasi Pengaruh Negatif Sertifikasi Guru Berbasis Portofolio terhadap Kinerja dan Kompetensi Guru
Berdasarkan gejala-gejala yang ditimbulkan dari sertifikasi berbasis portofolio di atas, penulis mencoba merumuskan cara untuk mengantisipasi pengaruh negatif yang lahir akibat gejala-gejala tersebut. Diharapkan cara yang dimaksud dapat mendatangkan hasil positif bagi permasalahan yang diangkat. Sehingga yang menjadi masalah dapat dikendalikan. Cara yang dapat dilakukan sebagai langkah awal untuk membendung pengaruh negatif sertifikasi guru berbasis portofolio adalah sebagai berikut:
  1. Mensosialisasikan dan Meningkatkan Pengawasan Sertifikasi
Terkait dengan indikasi adanya kecurangan dokumen portofolio yang diserahkan guru yang terpilih dalam kuota, maka perlu kiranya, Dinas Pendidikan di daerah selaku lembaga fasilitator kaum “Umar Bakri” ini agar dapat terus menyosialisasikan program sertifikasi, supaya guru tidak panik dalam menghadapi proses penilaian portofolio. Hal Ini harus disosialisasikan oleh dinas pendidikan setempat bahwa guru tetap punya kesempatan untuk lulus melalui pendidikan dan pelatihan. Bagi yang sudah dapat sertifikat pendidik pun perlu diingatkan supaya bertanggung jawab terhadap kualifikasi yang sudah diraih. Selain itu sosialisasi terkait sertifikasi ini dapat membantu para guru yang belum mengerti apa yang harus dilakukan agar lolos sertifikasi dengan jalan yang benar.
Para pengawas sertifikasi dalam hal ini tim asesor juga perlu meningkatkan kejelian dan ketelitian dalam mensertifikasi para peserta, agar tidak meloloskan peserta yang memanipulasi berkas portofolionya. Serta meningkatkan kewaspadaan terhadap indikasi kecurangan-kecurangan yang mungkin terjadi.
  1. Meningkatkan Suguhan Up Grading untuk Para Guru