“UNGGUL DALAM PRESTASI, BERPIJAK PADA IMAN DAN TAKWA SERTA BERWAWASAN KEBANGSAAN”
Kami memilih visi ini untuk tujuan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Visi ini menjiwai warga sekolah kami untuk selalu mewujudkannya setiap saat dan berkelanjutan dalam mencapai tujuan sekolah.
Visi tersebut mencerminkan profil dan cita-cita sekolah yang:
berorientasi ke depan dengan memperhatikan potensi kekinian
sesuai dengan norma dan harapan masyarakat
ingin mencapai keunggulan
mendorong semangat dan komitmen seluruh warga sekolah.
Untuk mencapai visi tersebut, perlu dilaksanakan suatu misi berupa kegiatan jangka panjang dengan arah yang jelas. Berikut ini merupakan misi yang dirumuskan berdasarkan visi di atas.
Misi SMPN 4 Bontoramba
”DISIPLIN DALAM KERJA, MEWUJUDKAN MANAJEMEN KEKELUARGAAN, KERJASAMA, PELAYANAN PRIMA DENGAN MENINGKATKAN SILATURAHMI”
Di setiap kerja komunitas pendidikan, kami selalu menumbuhkan disiplin sesuai aturan bidang kerja masing-masing, saling menghormati dan saling percaya dan tetap menjaga hubungan kerja yang harmonis dengan berdasarkan pelayanan prima, kerjasama, dan silaturahmi. Penjabaran misi di atas meliputi:
berkembang secara optimal, sesuai dengan potensi yang dimiliki.Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap siswa
Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif kepada seluruh warga sekolah.
Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi dirinya, sehingga dapat berkembang secara optimal.
Menumbuhkan dan mendorong keunggulan dalam penerapan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan budaya bangsa sehingga terbangun siswa yang kompeten dan berakhlak mulia.
Mendorong lulusan yang berkualitas, berprestasi, berakhlak tinggi, dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa.
Misi merupakan kegiatan jangka panjang yang masih perlu diuraikan menjadi beberapa kegiatan yang memiliki tujuan lebih detil dan lebih jelas. Berikut ini jabaran tujuan yang diuraikan dari visi dan misi di atas.
Tujuan SMPN 4 Bontoramba
Tujuan sekolah kami merupakan jabaran dari visi dan misi sekolah agar komunikatif dan bisa diukur sebagai berikut:
Unggul dalam kegiatan berbasis keagamaan dan kepedulian sekolah.
Unggul dalam perolehan nilai UAN.
Unggul dalam persaingan masuk ke jenjang SMA negeri.
Unggul dalam penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Unggul dalam lomba olah raga, kesenian, PMR, dan Pramuka.
Unggul dalam kebersihan dan penghijauan sekolah.
Tujuan sekolah kami tersebut secara bertahap akan dimonitoring, dievaluasi, dan dikendalikan setiap kurun waktu tertentu, untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah yang dibakukan secara nasional, sebagai berikut:
Meyakini, memahami, dan menjalankan ajaran agama yang diyakini dalam kehidupan.
Memahami dan menjalankan hak dan kewajiban untuk berkarya dan memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab.
Berpikir secara logis, kritis, kreatif, inovatif dalam memecahkan masalah.
Menyenangi dan menghargai seni.
Menjalankan pola hidup bersih, bugar, dan sehat.
Berpartisipasi dalam kehidupan sebagai cerminan rasa cinta dan bangga terhadap bangsa dan tanah air.
Selanjutnya, atas keputusan bersama guru dan siswa, SKL tersebut lebih kami rinci sebagai profil siswa SMP Negeri 4 Bontoramba sebagai berikut:
Mampu menampilkan kebiasaan sopan santun dan berbudi pekerti sebagai cerminan akhlak mulia dan iman taqwa.
Mampu mengaktualisasikan diri dalam berbagai seni dan olah raga, sesuai pilihannya.
Mampu mendalami cabang pengetahuan yang dipilih.
Mampu mengoperasikan komputer aktif untuk program microsoft word, excel, dan program lain yang bermanfaat.
Mampu melanjutkan ke SMA/SMK terbaik sesuai pilihannya melalui pencapaian target pilihan yang ditentukan sendiri.
Mampu bersaing dalam mengikuti berbagai kompetisi akademik dan non akademik di tingkat kecamatan, kodya, propinsi, dan nasional.
Mampu memiliki kecakapan hidup personal, sosial, environmental dan pra-vocasional.
Artikel
ilmiah adalah adalah representasi hasil pemikiran penulis atas suatu objek
kajian kepada pembaca melalui bahasa tulis dengan mengikuti sistematika dan
kaidah penulisan ilmiah. Pengertian artikel ilmiah tersebut memiliki beberapa
dimensi/aspek. Pertama, adanya dimensi hasil pemikiran atas suatu objek kajian
yang dapat berupa temuan penelitian atau gagasan analisis kritis. Kedua, adanya
dimensi bahasa tulis sebagai alat merepresentasikan hasil pemikiran penulis
dalam bentuk satuan-satuan makna dan penanda-penanda hubungan satuan-satuan
makna secara eksplisit. Ketiga, adanya dimensi sistematika yang dijadikan unsur
pembeda antara bentuk karya tulis artikel dengan bentuk karya tulis yang lain. Keempat,
adanya dimensi kaidah penulisan yang harus ditaati, baik yang bersifat
“universal” maupun bersifat selingkung.
Apabila
hasil pemikiran atas suatu objek kajian berupa temuan penelitian, maka artikel
ilmiah kelompok ini disebut artikel hasil penelitian. Sedangkan apabila hasil
pemikiran atas suatu objek kajian berupa gagasan atau telaah dan anlisis
kritis, maka artikel ilmiah kelompok ini disebut artikel konseptual atau artikel
nonpenelitian (Universitas Negeri Malang, 2000).
Ada
tiga aspek yang membedakan artikel hasil penelitian dan laporan teknis
penelitian, yaitu aspek bahan yang ditulis, sistematika, dan prosedur
penulisannya (Saukah,1999). Bahan yang ditulis untuk artikel hasil penelitian
lebih ditekankan pada isi yang sangat penting. Yang termasuk didalam aspek ini
adalah temuan penelitian, pembahasan temuan, dan kesimpulan. Selain hal-hal
tersebut, dalam artikel penelitian cukup disajikan secara singkat dan
seperlunya. Misalnya, kajian pustaka lazim disajikan untuk mengawali artikel
dan merupakan pembahasan rasional pentingnya masalah diteliti. Kajian pustaka
ditempatkan pada bagian pendahuluan (tanpa subjudul kajian pustaka) yang berfungsi sebagai paparan latar belakang
masalah dan diakhiri dengan rumusan tujuan penelitian. Setelah itu, berturut-turut
disajikan hal-hal yang terkait dengan metode, hasil, pembahasan, kesimpulan,
dan saran. Dari sudut prosedur penulisannya, artikel hasil penelitian dapat ditulis
sebelum laporan penelitian lengkap diselesaikan, atau artikel hasil penelitian
merupakan satu-satunya tulisan yang dibuat oleh peneliti.
KAIDAH PENULISAN ARTIKEL ILMIAH
Dalam penulisan artikel ilmiah (hasil
penelitian atau hasil pemikiran) perlu diperhatikan dan diterapkan
kaidah-kaidah penulisan yang telah ditetapkan. Kaidah penulisan artikel ilmiah
dapat dipilah menjadi dua, yaitu kaidah-kaidah penulisan yang bersifat
“universal” dan kaidah-kaidah penulian yang bersifat ‘selingkung”. Secara umum
kaidah penulisan yang bersifat ‘universal’ lebih terfokus pada aturan-aturan
penggunaan bahasa Indonesia yang berkaitan dengan norma ketatabahasaan, dalam hal ini
norma bahasa Indonesiabaku dan tidak baku
(Lumintaintang,1996).
Kaidah penulisan artikel ilmiah yang
bersifat selingkung berkaitan dengan norma-norma penulisan artikel ilmiah yang
bertolak dari konvensi aturan-aturan penulisan yang bersifat teknis yang harus
diikuti oleh penulis artikel untuk wadah terbitan satu dengan yang lain biasa
tidak sama. Karena itu, penulis artikel perlu mengetahui aturan yang ditetapkan
oleh wadah terbitan menjadi tujuannya, misalnya kaidah selingkung Jurnal Ilmu
Pendidikan (JIP) jika panulis hendak mengirimkanartikelnya ke JIP.
KAIDAH PENULISAN UNIVERSAL
Tata tulis artikel yang bersifat
“universal” (dalam konteks Indonesia
) mengacu pada penggunaan ragam bahasa Indonesia
(tulis) yang baku.
Unsur utama dalam bahasa Indonesia (tulis) yang baku adalah ejaan. Ejaan dalam penyampaian ide/gagasan seseorang secara
tertulis direpresentasikan dengan kata kepada orang lain (sasaran komunikasi) mempunyai
kedudukan yang sangat penting. Dikatakan oleh Rifai (1995)bahwa kata yang digunakan untuk menyampaikan satuan-satuan makna
dengan corak, nuansa dan kekuatan yang berbeda-beda. Kekuatan kata dalam bahasa
tulis sepadan dengan warna dalam lukisan, nada dalam musik, dan bentuk dalam
ukiran. Unsur utama dalam bahasa tulis (ejaan) inilah yang membedakannya dengan
ragam bahasa lisan, yang lebih menekankan unsur lafal. Sedangkan unsur yang lain yang menjadi ciri bahasa Indonesia
tulis yang baku
adalah peristilahan, bentuk dan pilihan kata, pengalimatan, pengalinaan, dan
tanda baca (Lumintaintang,1996).
Unsur-unsur bahasa Indonesia (tulis) diatas harus
diperhatikan, dicermati, dan digunakan dalam menulis artikel ilmiah. Hal ini
mengarahkan kita untuk mengatakan bahwa tidak tepat lagi pemakaian tanda baca (koma)
yang dihubungkan dengan panjang-pendeknya nafas. Mengapa? arena dalam
penyampaian gagasan ide seseorang yang dipresentasikan dengan bahasa tulis, setiap
pemakaian tanda baca akan memiliki nilai semantik.
Penerapan kaidah-kaidah penulisan
yang bersifat “universal” dalam penulisan artikel ilmiah, berdasarkan
pencermatan beberapa artikel yang masuk ke Jurnal Ilmu Pendidikan (JIP) selama
ini, masih banyak mengalami kendala. Fenomena ini mungkin disebabkan oleh
antara lain adanya ragam kedwibahasaan penulis, penekanan unsur utama yang
berbeda antara bahasa tulis dan bahasa lisan, dan sikap penulis terhadap bahasa
Indonesia yang belum sepenuhnya positif.
SISTIMATIKA PENULISAN
Sistematika
perjenjangan atau peringkat judul artikel dan bagian-bagiannya dilakukan dengan
menggunakan jenis huruf yang berbeda, cetak miring, an letaknya pada halaman
(bukan menggunakan angka atau abjad). Penanda jenjang atau peringkat dilakukan
dengan cara berikut.
(1)Peringkat
1 ditulis dengan huruf besar semua, bold
, dan diletakkan di tengah judul (judul artikel)
(2)Peringkat2 ditulis dengan huruf besar semua, bold, dan diletakkan di tepi kiri
(3)Peringkat3 ditulis dengan huruf besar kecil, bold, dan letakkan di tepi kiri
(4)Peringkat 4 ditulis dengan huruf besar kecil
dengan cetak miring, bold, dan
diletakkan di tepi kiri
Cara
Merujuk
Secara
umum cara merujuk dalam penulisan artikel ilmiah dapat dipilah menjadi tiga
yaitu perujukan dengan menggunakan catatan kaki, perujukan dengan menggunakan
catatan akhir, dan perujukan dengan menggunakan tanda kurung. Perujukan dengan
menggunakan catatan kaki (foot note)
yaitu dengan cara menyebut langsung informasi sumber rujukan secara lengkap
pada akhir setiap halaman sesuai dengan urutan tanda pengacuan dalam teks. Informasi
sumber rujukan pada catatan kaki meliputi nama pengarang, judul sumber rujukan,
kota tempat penerbitan, penerbit, tahun dan nomor halaman. Sedangkan untuk
merujuk karya yang telah dirujuk sebelumnya, tetapi halaman yang dirujuk
berbeda, digunakan singkatan op.cit dengan
diikuti nomor halaman sumber yang dirujuk. Apabila akan merujuk suatu karya ulang
telah dirujuk sebelumnya pada halaman yang sama dan telah diselang oleh
perujukan sumber lain, digunakan singkatan Loc.cit.
Perujukan
dengan menggunakan catatan akhir prinsipnya tidak berbeda dengan cara
pertunjukan yang menggunakan catatan kakai. Bedanya, pada rujukan cara ini
informasi sumber rujukan secara lengkap diberikan pada akhir tulisan dengan
urutan yang sesuai dengan tanda pengacuan yang digunakan dalam teks.
Di UNM,
digunakan perujukan dengan tanda kurung. Perujukan dengan tanda kurung adalah
perujukan yang dilakukan dengan menggunakan nama akhir dan tahun yang di
cantumkan di antara tanda kurung. Jika ada dua pengarang, perujukan dilakukan
dengan cara menyebut nama akhir kedua pengarang tersebut. Jika pengarangnya
lebuh dari dua orang, penulisan rujukan dilakukan dengan cara menulis nama
pertama dari pengarang tersebut diikuti dengan dkk. Jika nama pengarang tidak disebutkan, yang dicantumkan dalam
rujukan adalah nama lembaga yang menerbitkan, nama dokumen, atau nama koran. Untuk
karya terjemahan, Perujukan dilakukan dengan cara menyebutkan nama pengarang
aslinya. Rujukan dari dua sumber atau lebih yang ditulis oleh pengarang yang
berbeda dicantumkan dalam satu tanda kurung dengan titik koma sebagai tanda
pemisahnya.
Cara Merujuk Kutipan Langsung
Kutipan
kurang dari 40 Kata
Kutipan
yang berisi kurang dari 40 kata ditulis di antara tanda kutip (”...”) sebagai
bagian yang terpadu dalam teks utama, dan diikuti nama pengarang, tahun dan
nomor halaman. Nama pengarang dapat ditulis secara terpadu dalam teks atau
menjadi satu dengan tahun dan nomor halaman di dalam kurung.Lihat contoh
berikut.
Nama pengarang disebut dalam teks secara terpadu.
Contoh:
Soebronto (1990:123)
menyimpulkan ”ada hubungan yanmg erat antara faktor sosial ekonomi denagn
kemajuan belajar ”.
Nama pengarang disebut bersama dengan
tahun penerbitan dan nomor halaman.
Contoh:
Kesimpulan dari penelitian
tersebut adalah ”ada hubungan yang erat antara faktor sosial ekonomi dengan
kemajuan belajar” (Soebronto,1990:123).
Jika ada tanda kutip dalam kutipan, digunakan tanda kutip
tunggal (’...’).
Contoh :
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah ”terdapat
kecenderungan semakin banyak ’campur tangan’ pimpinan perusahaan semakin rendah
tingkat partisipasi karyawan di daerah perkotaan” (Soewignyo,1991:101).
Kutipan
40 kata atau lebih
Kutipan yang berisi 40 kata atau lebih ditulis tanpa
tanda kutip secara terpisah dari teks yang mendahului, ditulis 1,2 cm (1 spasi)
dari garis tepi sebelah kiri dan kanan, dan diketik dengan spasi tunggal. Nomor
halaman juga harus ditulis.
Contoh:
Suyanto (1998:202) menarik kesimpulan sebagai
berikut.
Alih latihan memungkinkan
mahasiswa memanfaatkan apa yang didapatkan dalam PBM untuk memecahkan persoalan
riel dalam kehidupan. Kemampuan transfer telah dimiliki oleh mahasiswa jika
mahasiswa itu mampu menerapkan pengetahuan, keterampilan, informasi, dan
sebagainya sebagai hasil belajar pada latar yang berbeda (kelas, laboratorium, simulasi,
dan sejenisnya) ke latar yang riel, yaitu kehidupan nyata dalam masyarakat. Jika
kemampuan ini dapat dibekalkan kepada mahasiswa, mereka akan memiliki wawasan
pencipta kerja setelah lulus dari perguruan tinggi.
Jika
dalam kutipan terdapat paragraf baru lagi, garis barunya dimulai dengan lima
ketukan lagi dari tepi garis teks kutipan.
Kutipan
yang Sebagian Dihilangkan
Apabila dalam mengutip langsung ada kata-kata dalam
kalimat yang dibuang, maka kata-kata yang dibuang diganti dengan tanda titik.
Contoh:
”Semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pendidikan
di sekolah... diharapkan sudah melaksanakan kurikulum baru” (Manan, 1995: 278).
Apabila
ada kalimat yang dibuang, maka kalimat yang dibuang diganti dengan empat titik.
Contoh :
”Gerak manipulatif adalah keterampilan yang memerlukan
koordinasi antara mata, tangan, atau bagian tubuh lain... Yang termasuk gerak
manipulatif antara lain adalah menangkap bola, manendang bola, dan menggambar” (Asim,1995:315).
Cara Merujuk kutipan tidak langsung
Kutipan
yang disebut secara tak langsung atau dikemukakan dengan bahasa penulis sendiri
ditulis tanpa tanda kutip dan terpadu dalam teks. Nama pengarang bahan kutipan
dapat disebut terpadu dalam teks, atau
disebut dalam kurung bersama tahun penerbitannya. Jika memungkinkan nomor
halaman disebutkan. Perhatikan contoh berikut.
Nama
pengarang tersebut terpadu dalam teks.
Contoh :
Salimin (1990:13) tidak menduga bahwa mahasiswa tahun
ketiga lebih baik daripada mahasiswa tahun keempat.
Nama
pengarang disebut terpadu dalam kurung bersama tahun penerbitannya.
Contoh:
Mahasiswa tahun ketiga ternyata lebih baik dari pada
mahasiswa tahun keempat (Salimin, 1990:13).
Cara
Menulis Daftar Rujukan
Daftar
rujukan merupakan daftar yang berisi buku, makalah, artikel, atau bahan lainnya
yang dikutip baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahan-bahan yang
dibacaakan tetapi tidak dikutip seyogyanya tidak dicantumkan dalam daftar
rujukan, sedangkan semua bahan yang dikutip secar langsung ataupun tidak
langsung dalam teks harus dicantumkan dalam daftar rujukan. Pada dasarnya, unsur
yang ditulis dalam daftar Rujukan secara berturut-turut meliputi (1) nama
pengarang ditulis dengan urutan :nama akhir, nama awal, dan nama tengah, tanpa
gelar akademik, (2) tahun penerbitan, (3) judul, termasuk subjudul, (4)tempat
penerbitan, dan (5) nama penerbit. Unsur-unsur tersebut dapat bervariasi
tergantung jenis sumber pustakanya. Jika penulisnya lebih dari satu, cara
penulisannya sama dengan penulis pertama.
Nama
pengarang yang terdiri dari dua bagian ditulis dengan urutan: nama akhir
diikuti koma, nama awal (disingkat atau tidak disingkat tetapi harus konsisten
dalam satu karya ), diakhiri dengan titik. Apabila sumber yang dirujuk ditulis
oleh tim, semua nama penulisnya harus dicantumkan dalam daftar rujukan.
Rujukan dari buku
Tahun penerbitan ditulis setelah nama pengarang, diakhiri
dengan titik. Judul buku ditulis dengan huruf miring, dengan huruf besar pada
awal setiap kata, kecuali kata hubung. Tempat penerbitan dan nama penerbit
dipisahkan dengan titik dua (:).
Contoh :
Strunk, w., Jr.& White, E.B. 1979. The Elements of Style (3rd
ed.). New York:
Macmillan.
Dekker,
N. 1992. Pancasila sebagai ideology bangsa: Dari pilihan
satu-satunya ke satu-satunya Azas. Malang: FPIPS IKIP MALANG.
Jika ada
beberapa buku yang dijadikan sumber ditulis oleh orang yang sama dan
diterbitkan dalam tahun yang sama pula, data tahun penerbitan diikuti oleh
lambang a, b, c, dan seterusnya yang urutannya ditentukan secara kronologis
atau berdasarkan abjad judul buku-bukunya.
Contoh:
Cornet,
L. & Weeks, K.1985a.Carrer Ladder
plans: Trends and Emerging Issues-1985 .Atlanta ,GA: Carrer Ladder Clearinghouse.
Cornet,
L. & Weeks, K. 1985b.Planning Carrer
Ladders:Lessons from the states. Atlanta,GA:
Career Ladder Clearinghouse.
Rujukan
dari Buku Yang Berisi Kumpulan Artikel (Ada
Editornya)
Cara menulis rujukan dari buku
berisi kumpulan artikel yang ada editornya adalah seperti menulis rujukan dari
buku ditambah dengan tulisan (Ed.) jika ada satu editor dan (Eds.) jika
editornya lebih dari satu, di antara nama pengarang dan tahun penerbitan.
Contoh:
Lethridge, S. & Cannon,C.R. (Eds.). 1980. Bilinggual education: Teaching English as a Second Language. New York : Praeger.
Aminuddid
(Ed.). 1990. Pengembangan penelitian kualitatif
dalam Bidang BAhasa dan Sastra. Malang
: HISKI Komisariat Malang dan YA 3.
Rujukan dari Artikel dalam buku Kumpulan Artikel (Ada
Editornya)
Nama pengarang artikel ditulis di depan diikuti
dengan tahun penerbitan. Judul Artikel ditulis tegak (tidak miring). Nama
editor ditulis seperti menulis nama biasa, diberi keterangan (Ed.) bila hanya
satu editor, dan (Eds.) bila lebih dari satu editor. Judul buku kumpulannya
ditulis dengan huruf miring, dan
nomor halamannya disebutkan dalam kurung.
Contoh :
Hartley,
J. T. Harker, J. O. & Walsh, D.A. 1980. Contemporary
Issues and New Directins in Adult Development of Learnning and Memory.
Dalam L. W. Poon (Ed.), Aging in the
1980s: Psychological Issues (hlm.239-252). Washington, D.C.:
American Psychological Assosiation.
Hasan,
M. Z. 1990. Karakteristik penelitian Kualitatif. Dalam Aminuddin (Ed.), Pengembangan penelitian Kualitatif dalam
bidang Bahasa dan Sastra (hlm. 12-25). Malang : HISKIKomisariat Malangf dan YA3.
Rujukan
dari Artikel dalam Jurnal
Nama penulis ditulis paling depan
diikuti dengan tahun dan judul artikel yang ditulis dengan cetak tegak, dan
huruf besar pada tiap awal kata. Nama jurnal ditulis dengan cetak miring dan
huruf awal setiap katanya ditulis dengan huruf besar kecuali kata hubung.
BAgian akhir berturut–turut ditulis jurnal tahun ke berapa, nomor berapa (dalam
kurung), dan nomor halaman dari artikel tersebut.
Contoh:
Hanafi, A. 1989. Partisipasi dalam Siaran Pedesaan dan
Pengadopsian Inovasi. Forum
penelitian, I (1): 33-47
Rujukan dari Artikel dalam Majalah atau Koran
Nama Pengarang ditulis paling depan, diikuti oleh
tanggal, bulan dan tahun (jika ada). Judul artikel ditulis tegak (tidak
miring), dan huruf besar pada setiap huruf awal kata, kecuali kata hubung. Nama
majalah ditulis dengan huruf pertama setiap kata, dan dicetak miring. Nomor
halaman disebut pada bagian akhir.
Contoh
:
Gardner,H. 1981. Do Babies Sing a Universal Song? Psychology Today hlm.70-76.
Suryadarma, S. V. C. 1990. Prosesor
dan Interface: Komunikasi Data. Info
Komputer, IV (4):46-48.
Huda, M. 13 November, 1991. Menyiasati
Krisis Listrik Musim Kering. Jawa Pos,
hlm. 6.
Rujukan dari Koran Tanpa Penulis
Nama
koran ditulis sebagai awal. Tahun, tanggal, dan bulan ditulis setelah nama
koran, kemuadian judul ditulis dengan huruf besar-kecil dicetak miring dan diikuti dengan nomor halaman.
Contoh:
Jawa Pos. 1995, 22 April. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri. hlm. 3.
Rujukan dari Dokumen Resmi Pemerintah yang Diterbitkan
oleh suatu Penerbit Tanpa Penagrang dan Tanpa Lembaga
Judul atau nama dokumen ditulis dibagian awal dengan
cetak miring,diikuti tahun penerbitan dokumen, kota penerbit dan nama penerbit.
Contoh :
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta:
Diperanyak oleh PT Armas Duta Jaya.
Rujukan dari Lembaga Yang Ditulis Atas Nama Lembaga
Tersebut
Nama
lembaga penanggung jawab langsung
ditulis paling depan, diikuti tahun, judul karangan, nama tempat penerbitan, dan
nama lembaga tertinggi yang bertanggung jawab atas penerbitan karangan
tersebut.
Contoh :
Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan LaporanPenelitian. Jakarta:
Departemen Pendididkan dan Kebudayaan.
Rujukan Berupa Karya Terjemahan
Nama
pengarang asli ditulis paling depan,diikuti tahun penerbitan karya asli, judul
terjemahan, nama penerjemah, tahun terjemahan, nama tempat penerbitan dan nama
penerbit terjemahan. Apabila tahun penerbitan buku asli tidak dicantumkan, ditulis
dengan kata Tanpa tahun,
Contoh :
Ary, D., Jacobs, L.C.& Razavieh, A. Tanpa Tahun. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan
oleh Arief Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional.
Rujukan Berupa Skripsi ,Tesis, atau Disertasi
Nama
penyusun ditulis paling depan, diikuti tahun yang tercantum pada sampul, judul
skripsi, tesisatau disertasi ditulis dengan garis bawah diikuti dengan
pernyataan skripsi, tesis, atau disertasi tidak diterbitkan, nama kota tempat
perguruan tionggi, nama fakultas serta nama perguruan tinggi.
Contoh:
Pangaribuan, T. 1992. Perkembangan
Kompetensi Kewacanaan pembelajar Bahasa Inggris di LPTK. Disertasi tidak
diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana IKIP MALANG.
Rujukan Berupa Makalah yang Disajikan dalam Seminar, Penataran,
atau Lokakarya
Nama
penulis ditulis paling depan, dilanjutkan dengan tahun. Judul makalah dituls
dengan cetak miring, kemudian diikuti pernyataan ”Makalah disajikan dalam....”, nama pertemuan, lembaga
penyelenggara, tempat penyelenggaraan, dan tanggal serta bulannya.
Contoh:
Huda, N.1991. Penelitian
Laporan Penelitian untuk Jurnal. Makalah
disajikan dalam Lokarkarya Penelitian Tingkat Dasar bagi Dosen PTN dan PTS di
Malang Angkatan XIV, PusatPenelitian
IKIP MALANG, Malang,12 Juli.
Rujukan dari Internet berupa Karya Individual
Nama
penulis ditulis seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti secar berturut-turut
oleh tahun, judul karya tersebut (cetak
miring) dengan diberi keterangan dalam kurung (online), dan diakhiri dengan
alamat sumber rujukan tersebut disertai dengan keterangan kapan diakses, di
antara tanda kurung.
Contoh
:
Hitchock,
S., Carr, L. & Hall, W. 1996. A Survey ofSTMOnline Journals, 1990-1995:
The Calm before the strom, (Online), (http:// journal.ecs. soton.
Ac.uk/survey/survey .html, diakses 12 juni 1996).
Rujukan
dari Internet berupa Artikel dari Jurnal
Nam penulis ditulis seperti rujukan dari bahan cetak,
diikuti secara berturut-turut oleh tahun, judul artikel, nama jurnal (dicetak
miring) dengan diberi keterangan dalam kurung (online), Volume dan nomor, dan
diakhiri dengan alamat sumber rujukan tersebut disertai dengan keterangan kapan
diakses, diantara tanda kurung.
Contoh :
Griffith, A.
l. 1995. Corrditang Familiy and school: Mothering for Schooling. Educatin
Policy Analysis Archives, (Online), Vol. 3, No. 1, (http://olam.ed.asu
edu/epaa/, diakses 12 Februari 1997).
Kumaidi.
1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu
Pendidikan, (Online), Jilid 5,No 4, (http://www.malang.ac.id,dikases
20 Januari 2000).
Rujukan dari Internet berupa Bahan Diskusi
Nama
penulis ditulis seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti secara berturut-turut
oleh tanggal, bulan, tahun, topik bahan diskusi, nama bahan diskusi (dicetak
miring) dengan diberi keterangan dalam kurung (Online), dan diakhiri dengan
alamat e-mail sumber rujukan tersebut desertai dengan keterangan kapan diakses,
di antara tanda kurung.
Contoh:
Wilson,
D. 20 November 1995.
Summary of Citing internet Sites. NETTRAINDiscusionsList, (Online), (NETRAIN
@ubvm. Cc. buffalo. edu, dikases 22 November 1995).
Rujukan dari Internet berupa E-mail Pribadi
Nama
pengirim (jika ada) dan disertai keterangan dalam kurung (alamat e-mail
pengirim), diikuti secarta berturut-turut oleh tanggal, bulan, tahun, topik isi
bahan (dicetak miring), nama yang dikirimi desertai keterangan dalam kurung
(alamat e-mail yang dikirimi).
Contoh:
Davis,
A. (a. davis@uwts.edu.au), 10 Juni 1996. Learning to Use Web Authoring Tools. E-mail kepada Elison Hunter (huntea@usq. Edu.au).
Naga, Dali S. (ikip-jkt@indo.net.id). 1 Oktober
1997. Artikel untuk JIP. E-mail kepada Ali Saukah (jippsi@mlg.ywc.or.id).
Kata linguistik (linguistics-Inggris)
berasal dari bahasa Latin “lingua” yang berarti bahasa. Dalam bahasa
Perancis “langage-langue”; Italia “lingua”; Spanyol “lengua”
dan Inggris “language”. Akhiran “ics” dalam linguistics berfungsi
untuk menunjukkan nama sebuah ilmu, yang berarti ilmu tentang bahasa,
sebagaimana istilah economics, physics dan lain-lain.
Menurut
Pringgodigdo dan Hasan Shadili, sebagaimana dikutip oleh Mansoer Pateda,
“linguistik adalah penelaahan bahasa secara ilmu pengetahuan”. Sedangkan AS Hornby membagi kata linguidtics ke
dalam dua kategori, sebagai kata sifat dan kata benda. Linguistics sebagai
kata sifat berarti “the study of language and languages”. Sedangkan linguistics
sebagai kata benda, berarti “the science of language; methods of
learning and studying languages”. Dengan demikian, linguistik menurut AS
Hornby berarti ilmu bahasa atau metode mempelajari bahasa.
Sementara
Ramelan berpendapat bahwa:“Linguistics is the name of a science, just like
economics, physics and mathematics. The term comes from the world ‘language’
which get suffix ‘ics’ to denote the name of science. Linguistics is a
scientific study of language, or science about languageJadi, menurut Ramelan linguistik tidak lain adalah suatu studi
tentang bahasa atau ilmu bahasa.
Sedangkan
Ronald W Langacker (1973) berpendapat bahwa linguisticsis the study
of human language. Dari pendapat Langacker ini dapat kita simpulkan bahwa
hanya bahasa manusia lah yang menjadi objek kajian linguistik, sementara
“bahasa hewan atau animal language tidak termasuk wilayah kajian
linguistik.
Dalam literatur
berbahasa Arab istilah fiqh al-lughoh
dan ilm lughoh sering digunakan untuk menyebut ilmu linguistik ini. Namun demikian antara fiqh
al-lughoh dan ilmu al-lughoh sering dibedakan pengertiannya. Emil
Ya’qub menjelaskan perbedaan kedua istilah tersebut berikut ini.
“Ditinjau dari segi pendekatannya, fiqh
al-lughoh mempelajari bahasa disebabkan
karena fungsi bahasa sebagai
media/pengantar untuk mempelajari kebudayaan atau peradaban suatu bangsa.
Sedangkan ilmu al-lughoh mempelajari bahasa karena bahasa itu sendiri
bukan karena fungsinya sebagai penjelas sutau peradaban. Dengan demikian dalam fiqh
al-lughoh bahasa dipelajari sebagai alat untuk mencapai tujuan yang lebih
besar yaitu mempelajari peradaban, sementara dalam ilmu al-lughoh bahasa
dipelajari sebagai tujuan atau sebagaimana diungkapkan oleh De Saussure objek
sesungguhnya dan satu-satunya dari ilmu al-lughoh adalah bahasa itu
sendiri.
Cakupan kajian fiqh al-lughoh lebih luas dan menyeluruh karena tujuan akhir fiqh
al-lughoh ini adalah mempelajari budaya dan peradaban serta kehidupan
pemikiran dari berbagai aspeknya. Oleh karena itu, mereka yang menekuni bidang
ini (fuqoha al-lughoh) sering melakukan pengklasifikasian dan pembandingan
bahasa yang satu dengan bahasa yang lain, penelusuran teks-teks klasik dan
lain-lain dalam rangka mengetahui nilai-nilai kultural terkandung di dalamnya.
Dengan kata lain fiqh al-lughoh bisa dianggap sebagai “tempat berpijak” bagi ilmu
al-lughoh di satu sisi dan ilmu-ilmu budaya dan humaniora pada sisi yang
lain. Berbeda dengan ilmu al-lughoh yang hanya memfokuskan dirinya pada penganalisisan struktur bahasa dan
mendiskripsikannya, sehingga jika ada yang
melebihi kedua hal tersebut, berarti telah mendekati bidang cakupan fiqh
al-lughoh.
Fiqh al-lughoh kalaupun
mempelajari bahasa, pendekatannya lebih bersifat historis-komparatif
(historical comparative), sedangkan Ilmu al-lughoh lebih bersifat
deskriptif-struktural”.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa istilah bahasa Arab yang paling pas untuk menyebut ilmu
linguistik adalah “ilmu al-lughoh”.
Sedangkan fiqh al-lughoh sering digunakan untuk menyebut istilah
philologi yakni ilmu yang mempelajari naskah-naskah klasik ditinjau dari segi
keautentikannya maupun dari segi isi dan kandungannya.
OBJEK LINGUISTIK
Sebagaimana
telah disinggung di atas, bahwa objek kajian linguistik tidak lain adalah
bahasa, yakni bahasa manusia yang berfungsi sebagai sistim komunikasi yang
menggunakan ujaran sebagai medianya; bahasa keseharian manusia; bahasa yang
dipakai sehari-hari oleh manusia sebagai anggota masyarakat tertentu, atau
dalam bahasa Inggris disebut dengan an ordinary language atau a
natural language. Ini berarti bahasa lisan (spoken language) sebagai obyek
primer linguistik, sedangkan bahasa tulisan (written language) sebagai obyek
sekunder linguistik, karena bahasa tulisan dapat dikatakan sebagai “turunan”
bahasa lisan.[1]
Sementara itu, Ferdinand De Saussure (1857-1913),
-seorang ahli linguistik kebangsaan Swiss yang dianggap sebagai bapak
linguistik modern- menegaskan bahwa objek linguistik mencakup “langage, langue
dan parole”. Langage (Inggris; Linguistic disposition)adalah
bahasa pada umumnya, seperti dalam ungkapan “manusia mempunyai bahasa,
sedangkan hewan tidak mempunyai bahasa”. Langue (Inggris; language)
berarti bahasa tertentu seperti bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Indonesia
dan lain-lain. Sedangkan parole (Inggris; speech) berarti logat, ucapan
atau tuturan. Sebenarnya kata Language dalam bahasa Inggris meliputi
baik langage maupun langue dalam bahasa Perancis. Namun demikian,
parole merupakan objek kongkrit linguistik, langue merupakan
objek yang sudah lebih abstrak, sedangkan langage merupakan objek yang
paling abstrak.[2]
Sebenarnya
ada beberapa ilmu yang berhubungan dengan bahasa sebagai objek kajiannya,
antara lain:
Ilmu
tentang bahasa atau ilmu-ilmu tentang aspek-aspek bahasa; dan dalam hal
ini bahasa digunakan dalam arti harfiyah. Inilah yang disebut pure
linguistik atau linguistik murni.
Ilmu-ilmu
tentang bahasa; dan dalam hal ini, istilah bahasa digunakan dalam arti
metaforis atau kiasan. Contoh ilmu yang termasuk kategori ini adalah
kinesik dan paralinguistik. Kinesik adalah ilmu tentang gerak tubuh/kial/
body language, seperti anggukan kepala, isyarat tangan dan lain-lain.
Paralinguistik adalah ilmu yang memusatkan perhatiannya pada
aktifitas-aktifitas tertentu yang mengiringi pengucapan bahasa, seperti
desah nafas, decak, ketawa, batuk-batuk kecil, bentuk-bentuk tegun seperti
ehm, anu, apa itu, apa ya dan lain sebagainya.
Ilmu-ilmu
yang salah satu dasarnya adalah bahasa. Contohnya adalah fonetik,
etnolinguistik, psikolinguistik dan sosiolinguistik. Fonetik mempelajari
salah satu unsur bahasa yaitu bunyi bahasa sebagai objek kajian utamanya.
Etnolinguistik atau antropolinguistik adalah ilmu yang meneliti seluk
beluk hubungan aneka pemakaian bahasa dengan pola kebudayaan dalam
masyarakat tertentu atau ilmu yang mencoba mencari hubungan antara bahasa,
penggunaan bahasa dan kebudayaan pada umumnya. Psikolinguistik mempelajari seluk beluk aneka pemakaian
bahasa dengan perilaku akal budi manusia atau ilmu yang mempelajari bahasa
sebagai akibat latar belakang kejiwaan penutur bahasa. Sosiolinguistik adalah
ilmu yang mempelajari seluk beluk pemakaian bahasa dengan perilaku sosial,
atau ilmu yang mmpelajari hubungan antara aspek sosila dengan kegiatan
berbahasa.
Ilmu
tentang pendapat-pendapat mengenai bahasa. Contohnya metalinguistik, yakni
ilmu yang membicarakan seluk beluk “bahasa” yang dipakai untuk menerangkan
bahasa yang tercermin dalam istilah studi teori linguistik, studi metode
linguistik dan lain-lain.
Ilmu-ilmu
mengenai ilmu bahasa. Yang termasuk kategori ini adalah studi-studi yang
mengkhususkan dirinya pada ilmu linguistik itu sendiri, sperti studi
tentang sejarah perjalanan ilmu linguistik, studi linguistik pada abad ke
dua puluh dan lain-lain.
Dari
kelima jenis ilmu tersebut di atas, maka hanya nomor (1) saja yang bisa disebut
sebagai ilmu linguistik yang murni karena objeknya bahasa yang benar-benar
bahasa, sedangkan objek keempat ilmu lainnya bukanlah bahasa dalam pengertian
sehari-hari[3].
Bahasa yang menjadi objek linguistik dipelajari dari berbagai aspeknya atau
tatarannya. Tataran bahasa itu meliputi aspek bunyi, morfem dan kata, frase dan
kalimat serta aspek makna. Cabang linguistik yang mempelajari aspek bunyi
bahasa adalah fonologi. Tataran morfem atau kata dipelajari dalam morfologi.
Tataran frase/kalimat dibahas dalam sintaksis. Sedangkan aspek makna bahasa
dipelajari dalam ilmu tersendiri yang disebut semantik. Dungan demikian, dapat
disimpulkan bahwa cabang-cabang linguistik ditinjau dari tatarannya terdiri
dari fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik.
LINGUISTIK SEBAGAI
ILMU
Sebagai
suatu disiplin ilmu, linguistik haruslah memenuhi berbagai persyaratan atau
kriteria untuk bisa disebut sebagai ilmu. Kriteria itu sebagaimana dikemukakan
oleh SJ Warouw (1956) antara lain:
Pengetahuan
itu harus teratur dan sitematis,
Pengetahuan
itu harus bersifat progresif, terus menerus menguasahakan atau berkembang
ke arah yang lebih maju, dan
Pengetahuan
itu bersifat otonom, artinya bersifat mandiri dan bebas dalam kalangan
sendiri.
Sementara itu, Oliva (1982) menjelaskan
bahwa untuk bisa disebut sebagai ilmu maka harus memenuhi beberapa kraktristik
sebagai berikut:
Memiliki
prinsip-prinsip. Artinya suatu ilmu pengetahuan harus memiliki sperangkat
konstruk-konstruk teoritis atau prinsip yang membangun ilmu pengetahuan
tersebut.
Memiliki
objek kajian yang jelas. Dalam hal ini linguistik memiliki objek kajian
yang sudah mapan yaitu bahasa dengan segala aspeknya.
Memiliki
kelompok teoritisi dan praktisi. Artinya, setiap ilmu pengetahuan haru
memiliki para ahli yang berkecimpung pada tataran teoritis maupun praktis.
Dengan demikian linguistik juga harus memiliki para ahli di bidang
teori-teori linguistik (teoritisi) dan para penerap linguistik di lapangan
(paktisi).
Sedangkan Ramelan (1991), persayaratan ilmu
itu antara lain;
The
subject matter of a science should be clearly defined in such a way that
is clearly separated from the rest of universe
(objek kajian suatu ilmu harus jelas dan definitif sehingga bisa dibedakan
dari objek-objek kajian yang lain yang ada di alam ini)
The
observation and investigation of the subject matter should be carried out
objectively without involving the subjective and personal attitude of the
investigatior; the description of it, which is based on the result of
investigation, should likewise be objective. (Pengamatan
dan penelitian terhadap objek kajiannya harus dilaksanakan secara objektif
tanpa melibatkan sikap subjektif dari peneliti; demikian juga
pendeskripsian tentang objek kajian itu –yang didasarkan atas hasil
penelitian- juga harus bersifat objektif)
Generalizations
of observed facts will lead to inductive establishment of the so called
“laws”, which should be verifiable by any competent observer. The validity
of these laws has to be tested by applying them to that part of the data
not used in forming the genaralizations. (Generalisasi
atas fakta-fakta amatan akan mengarah pada terbentuknya “hukum-hukum”
secara induktif yang bisa diuji kembali kebenarannya oleh peneliti lain
yang kompeten. Validitas atau kebenaran hukum-hukum itu harus diuji dengan
cara menerapkannya pada sebagiandari data amatan tersebut, bukan
digunakan dalam membentuk generalisasi.
Statements
on the results of investigation should be arranged in a systematized form
so that it will be easy for other people to read and study. Hasil-hasil penelitian tersebut harus
disusun dalam bentuk yang sistematis sehingga akan memudahkan orang lain
dalam membaca dan mempelajarinya.
A
scince is never static; it always considers its findings and its
establihsed laws, and is ready to change or modify them when they are
refused by additional data or by new findings. (Ilmu
itu tidak pernah statis. Ilmu selalu mempertimbangkan kembali temuan dan
hukum-hukumnya yang sudah mapan dan siap untuk merubah atau
memodifikasikannya apabila ada data atau temuan baru yang menolaknya).
Berpijak
pada apa yang telah dikemukakan oleh Ramelan tersebut di atas, maka jelaslah
bahwa objek kajian linguistik adalah bahasa. Istilah bahasa memang sering
disalahfahami oleh orang. Sebagian orang menganggap bahasa mencakup semua sarana yang bisa digunakan sebagai alat
komunikasi seperti tulisan, isyarat, gerakan tangan dan bibir yang digunakan
oleh kelompok orang tuli dan bisu dan lain-lain. Oleh karena itu perlu ada
definisi yang jelas mengenai bahasa yang menjadi objek kajian linguistik. Dalam
ilmu linguistik bahasa juga diartikan sebagai alat komuniasi yang dengannya
pesan dapat tersampaikan. Namun demikian, ada perbedaan antara bahasa dengan
alat komunikasi yang lain berkaitan dengan medianya. Sebagai contoh, dalam
tulisan, medianya adalah simbol-simbol tertulis, dalam isyarat medianya adalah
gerakan tubuh. Sedangkan dalam bahasa, media yang digunakan untuk berkomunikasi
adalah bunyi-bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat organ manusia. Oleh karena
itu, dalam perspektif ilmu linguistik, sistim atau alat komunikasi lain yang
tidak menggunakan bunyi ujaran sebagai medianya tidak termasuk bidang kajian
linguistik. Dari sini jelaslah bahwa objek kajian linguistik adalah sistim
bunyi yang terartikulasi dan digunakan oleh manusia dalam komunikasi antar
mereka.
Namun demikian, ketika kita bicara tentang
studi bahasa, hal ini jangan disalahfahami dengan studi tentang bahasa tertentu
sebagaimana kita kenal dalam perkataan sehari-hari. Sebagai contoh, studi
bahasa Inggris atau bahasa Arab yang dilakukan oleh mahasiswa di perguruan
tinggi tidak bisa disebut sebagai linguistik. Studi tentang bahasa-bahasa
tersebut sebagai alat komunikasi didorong oleh adanya tujuan agar setelah
menguasai bahasa-bahasa tersebut, seseorang yang mempelajarinya akan mampu menggunakannya
sebagai alat komunikasi. Sementara itu, seorang linguis mungkin juga
mempelajari bahasa Inggris atau bahasa Arab, tetapi minat atau tujuannya
berbeda. Ia mempelajari bahasa-bahasa tersebut bukan bertujuan untuk
menguasainya sebagai alat komunikasi –meskipun mungkin ia sangat mahir-, tetapi
perhatian utamanya adalah mengetahui struktur internalnya, yakni untuk
menemukan dan menjelaskan unit-unit penanda dasar bahasa tersebut (the
signalling units of language) yang berupa fonem dan morfem serta bagaimana
keduanya didistribusikan. Fonem dan morfem adalah unit penanda dasar setiap
bahasa, sehingga keduanya bersifat universal. Setiap bahasa pasti mempunyainya.
Istilah
“linguis” tidak diperuntukkan secara umum bagi siapapun yang mengetahui dan
menguasai berbagai bahasa. Istilah yang tepat untuk mereka adalah “poliglot”.
Sedangkan seorang “linguis” adalah seseorang yang ahli dalam menganalisis
bahasa-bahasa, karena pekerjaan utamanya adalah menaganalisis unit-unit penanda
bahasa. Seorang linguis juga bisa disebut sebagai “theorist about language”
atau teoritisi bahasa karena ia mempelajari apa itu bahasa, bagaimana bahasa
itu bekerja dan bagaimana bahasa dipelajari dan digunakan dalam
masyarakat.
Objektifitas dalam meneliti dan
menganalisis bahasa dibuktikan dengan digunakannya instrumen-instrumen yang
terjamin obyektifitasnya seperti spectograph, tape recorder dan
lain-lain, sehingga kesimpulan mengenai fakta-fakta amatan dapat diuji
kebenarannya oleh orang lain. Objektifitas penelitian bahasa juga dapat
dibuktikan dengan adanya metodologi atau prosedur penelitian yang bisa
ditelusuri dan diikuti oleh peneliti lain sehingga kesimpulan yang dibuatnya
tidak akan jauh berbeda.
Linguistik menggunakan metode ilmiah
seperti metode induktif dan deduktif dalam
meneliti bahasa. Metode induktif digunakan dalam menyusun generalisasi dari
hasil penelitian yang diambil dari observasi-observasi yang mendalam. Sedangkan
metode deduktif digunakan pada saat seorang linguis ingin menguji validitas
atas teori atau hukum yang telah mapan sebelum ia melakukan penelitian.
Uraian-uraian atas hasil penelitian
linguistik disusun dalam format tulisan yang sistimatis sehingga struktur dari
bahasa yang diteliti dapat terungkap dengan baik. Hal ini dapat membantu orang
lain dalam membaca dan mempelajari laporan penelitian.
Ciri ilmu yang terakhir adalah bahwa ilmu itu tidak bersifat statis tetapi
dinamis. Kedinamisan linguistik ditandai dengan keterbukaannya terhadap
perubahan terutama jika ada data tambahan atau penemuan baru yang menolak
teori-teori sebelumnya. Linguistik adalah ilmu yang selalu tumbuh dan
berkembang serta senantiasa memperhatikan temuan-temuan baru. Ini berarti mereka yang menyebut
dirinya seorang linguis harus bersikap terbuka dan senantiasa menerima kebenaran-kebenaran
baru dari hasil penelitian kebahasaan yang ada. Ketika seorang linguis meneliti
bahasa dan membuat kesimpulan atas penelitiannya, ia tidak boleh menganggap
kesimpulannya sebagai kebenaran final. Apa yang benar pada saat tertentu belum tentu dianggap benar
pada saat yang lain akibat adanya bukti atau data yang baru yang
menggugurkannya. Dengan demikian pencarian kebenaran ilmiah merupakan suatu
proses yang tidak akan pernah berhenti, dan inilah kekuatan sebuah ilmu yang
akan selalu mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan.
LINGUISTIK DAN
PEMBELAJARAN BAHASA
Mempelajari
linguistik bagi calon guru bahasa akan membantu dalam melaksanakan
tugas-tugasnya kelak. Beberapa manfaat yang bisa diambil antara lain:
Linguistik
–termasuk juga psikolinguistik dan sosiolinguistik- membekali guru tentang
teori-teori seputar hakikat bahasa, proses berbahasa, pemerolehan bahasa,
penggunaan bahasa secara aktual dalam komunikasi sehari-hari dan lain-lain
yang bisa dijadikan asumsi dasar atau panduan dalam menentukan pendekatan,
metode dan teknik pembelajaran bahasa termasuk di dalamnya adalah
pengorganisasian materi.
Linguistik
membekali guru dengan kemampuan untuk menganalisis aspek-aspek bahasa
(fonologi, morfologi, sintaksis, semantik) yang berguna dalam mengantisipasi
berbagai kemungkinan hambatan yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran
bahasa.
Pada
dasarnya metodologi pengajaran bahasa adalah cabang linguistik terapan
yang menitikberatkan perhatiannya pada kemungkinan teori-teori linguistik
dipakai, dimanfaatkan atau dipraktekkan dalam proses pembelajarn bahasa.
Dalam bahasa Jos Daniel Parera, ada istilah yang disebut “linguistik
edukasional” yang diartikan sebagai suatu cabang linguistik terapan yang
khusus menganalisis, menerangkan dan menjelaskan tentang praktek
pelaksanaan pengajaran bahasa yang berlandaskan teori-teori kebahasaan.[4]
Idealnya,
seorang guru bahasa (asing) adalah juga seorang linguis atau
praktisi/penerap linguistik yang menguasai dengan baik bahasa siswa maupun bahasa asing yang diajarkannya dalam semua aspeknya.
Perkembangan
ilmu linguistik yang begitu cepat membawa perubahan-perubahan mendasar yang
berkenaan dengan pengajaran bahasa. Ini berarti linguistik sangat berperan
dalam memberikan arahan tentang berbagai metode pengajaran bahasa.[5]
Mengenai kaitan linguistik dan pengajaran
bahasa, Soenardji menjelaskan sebagai berikut:Analisis ilmiah atas
berbagai gejala yang terumuskan menjadi kaidah fonologik, morfologik dan
sintaktis diproses menjadi bahan ajar dalam pengajaran bahasa. Hasil pembahasan
akademik dan hasil penelitian yang punya bobot teoritik kebahasaan ditransfer
menjadi dalil-dalil pemandu pemakaian bahasa yang baik dan benar melalui
kegiatan pendidikan bahasa. Kalau kita umpamakan linguistik dan pengajaran
sebagai dua kutub, maka antara dua kutub itu perlu adanya penyambung yang dapat
melayani keduanya dengan sebaik-baiknya. Sarana pelayanan itu adalah suatu
disiplin baru yang disebut linguistik
terapan. Bagi kepentingan pengajaran bahasa linguistik terapan tersebut
memusatkan perhatiannya pada:
Butir-butir
teoritik yang mempunyai keabsahan kuat dalam linguistik, dan
Pelbagai
kemungkinan dan alternatif untuk
memandu pelaksanaan pengajaran bahasa. Kemungkinan dan alternatif itu
diupayakan agar seiring dan sejalan dengan butir teoritik dalam
linguistik.
Secara lebih transparan, Ramelan[6]
menjelaskan tentang kegunaan linguistik terhadap pengajaran bahasa, antara
lain:
Memberi
pijakan tentang prinsip-prinsip pengajaran bahasa asing, termasuk
didalamnya pendekatan, metode dan teknik.
Memberi
arahan atau pijakan mengenai isi/materi bahasa yang akan diajarkan yang
didasarkan pada diskripsi bahasa yang mendetail, termasuk cara
mempresentasikan.
Selanjutnya
Ramelan menyatakan, jika para linguis struktural percaya akan sumbangan
linguistik terhadap pengajaran bahasa, maka linguis transformsional tidak
pernah mengklaim demikian. Menurut yang terakhir, linguistik adalah suatu ilmu
yang otonom, yang mencoba mempelajari bahasa sebagai alat komunikasi yang
digunakan manusia tanpa mempertimbangkan kemungkinan teori mereka tentang
bahasa dapat diterapkan pada pengajaran
bahasa. Ini mungkin tidak dapat dilepaskan dari sikap Chomsky sendiri (tokoh
transformasional), bahkan dia pernah menyatakan dalam suatu konferensi
guru-guru bahasa, bahwa seorang linguis tidak pernah bermaksud menyibukkan
dirinya dalam persoalan-persoalan pengajaran bahasa (linguists never intended
to address themselves to thee problem of teaching a language)[7]
Meskipun demikian, banyak penganut
tranformasional yang percaya bahwa aspek kreatif bahasa yang ada pada diri
seseorang (salah satu tinjauan aliran ini) dapat diterapkan pada pengajaran
bahasa, misalnya dengan melatih siswa untuk menciptakan dan menghasilkan
kalimat-kalimat dalam bahasa yang sedang mereka pelajari.
Sementara kesepakatan linguis struktural
tentang peranan linguistik terhadap pengajaran bahasa, juga tidak terlepas dari
sikap Bloomfield.
Disamping dia seorang linguis, dia juga seorang yang ahli di bidang pengajaran
bahasa. Hal ini ditunjukkan dari perhatiannya yang besar terhadap pengajaran
bahasa-bahasa modern. Bahkan dia sangat mengkritik penggunaan metode tata
bahasa terjemahan (grammar-translation method). Menurutnya tujuan utama
pengajaran bahasa asing harus didasarkan pada penguasaan oral bahasa tersebut.[8]
Dari sini lahir suatu pendekatan yang terkenal dengan “Oral-Aural Approach”.