Minggu, 08 April 2012

KAJIAN WACANA KRITIS


ANALISIS WACANA KRITIS KHOTBAH  JUMAT “MEMBINA GENERASI MUDA MENATAP MASA DEPAN GEMILANG” DALAM MAJALAH  MUHAMMADIYAH

Anwar



Abstrak: Wacana khotbah dapat dibahas dengan analisis wacana kritis. Analisis wacana kritis (AWK) merupakan tipe analisis untuk mengungkapkan ideologi, kekuasaan, sikap politik. Dalam kaitan ini, analisis wacana kritis digunakan untuk mengungkapkan sikap, bahasa yang digunakan Muballig Muhammadiyah. Sikap dan dan bahasa Muballig tersebut dilihat dari bahasa  yang digunakannya dalam khotbah pada majalah Muhammadiyah, yaitu sebuah majalah yang diterbitkan oleh Dewan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Jln. KH. Ahmad Dahlan No. 43 Yogyakarta. Wacana khotbah pada majalah Suara Muhammadiyah ini menarik dianalisis karena sikap dan bahasa Mubalig Muhammadiyah memiliki pengaruh langsung dan berdampak besar terhadap perkembangan kehidupan beragama, lebih khusus pada kalangan muslim. Disamping itu, Organisasi Muhammadiyah dikenal sebagai salah satu organisasi Islam tertua di Indonesia setelah NU. Sehingga cukup representatif menurut penulis untuk menjadikannya sebagai objek penelitian terutama yang berkenan dengan khutbah jumat dari para muballignya. Pemilihan wacana khotbah di dalamnya terdapat ungkapan yang mengandung makna simbolik, atau pilihan kata yang perlu ditafsirkan lagi, baik menyangkut hal-hal yang positif atau negatif. Salah  satu wacana tersebut adalah khotbah dengan judul “Membina Generasi Muda Menatap Masa Depan Gemilang.”

Kata Kunci: wacana khotbah, sikap dan bahasa, Muballig Muhammadiyah

            Analisis wacana kritis dapat dipandang sebagai reaksi terhadap dominasi paradigma formal. Dalam kaitan ini para analis  berpendapat bahwa ilmu pengetahuan dan wacana merupakan bagian yang berpengaruh oleh struktur sosial dan dihasilkan dalam interaksi sosial. Hubungan ilmu pengetahuan dan wacana perlu dipelajari. Kemudian, praktek-praktek ilmiah perlu disadari, pandangan seperti itu dalam hal ini para analis wacana dapat dikatakan harus melaksanakan penelitian dengan bekerja sama dan merasakan adanya solidaritas dengan kelompok-kelompok yang didominasi oleh kelompok lain.
           Fairclough (1995) menggunakan analisis wacana untuk menelaah masalah-masalah sosial. Wacana terbagi dua, yaitu: wacana lisan dan wacana tulis. Wacana lisan berbentuk komunikasi verbal antar persona, sedangkan wacana tulis ditampilkan dalam bentuk teks. Wacana harus dibedakan dari teks dalam hal bahwa wacana menekankan pada proses, sedangkan teks pada produk kebahasaan. Sebuah unit percakapan dapat dilihat dari teks apabila penganalisis melihat hubungan kebahasaan antar tuturan. Sebaliknya, percakapan dilihat dari wacana apabila yang dikaji adalah proses komunikasi sehingga menghasilkan interpretasi. Van Dijk (1998) mengulas tentang analisis percakapan. Seperti yang telah diperlihatkan oleh peneliti etnografi komunikasi dan para ahli bahasa lainnya, pemanfaatan kegiatan yang diatur oleh kaidah secara empiris dapat diuji dan diverifikasi kebenarannya.
        Dalam paradigma kritis, individu tidak dipandang sebagai subjek yang netral yang dapat ditafsirkan sesuai dengan pikirannya. Hal itu dipengaruhi oleh kekuatan  sosial masyarakat yang ada dalam lingkungannya. Bahasa merupakan paradigma kritis yang dapat dipahami sebagai representasi yang berperan membentuk subjek tertentu dengan tema dan strategi tertentu pula. Oleh karena itu, analisis wacana mengungkapkan kekuasaan yang ada dalam setiap proses bahasa. Batasan-batasan dalam bahasa diperkenankan menjadi wacana representasi dalam kehidupan masyarakat.
         Menurut Fairclough, 1997  karakteristik penting yang berhubungan erat dengan analisis wacana kritis, antara lain:  tindakan, konteks, historis, kekuasaan, dan ideologi. Karakteristik pertama adalah tindakan, yang dipahami sebagai bentuk interaksi yang berhubungan dengan orang lain yang memiliki tujuan dan diekspresikan secara sadar melalui teks.
         Hal yang merupakan tindakan dapat dilihat dalam kutipan (1) wacana khotbah Suara Muhammadiyah berikut:
(1) Generasi muda yang kita harapkan dan kita banggakan merupakan tanggung jawab kita, jangan sampai mengalami masa yang gelap dan kelam. Kaum muslimin sebenarnya tidak sedikit jumlahnya yang terpelajar sejak zaman yang silam.

         Kutipan tersebut merupakan tindakan menggugah hati publik lewat wacana khotbah Jum’at dan mengharapkan perubahan perilaku kaum muslimin, karena sesungguhnya kaum muslimin mempunyai potensi sejak zaman dahulu dalam mengembangkan diri secara individu dan dalam bentuk komunitas. Perintah mengubah sikap dan perilaku manusia tertuang dalam Al Qur’an, dan diteruskan secara sadar dan bijak oleh para Muballig lewat wacana khotbah untuk beriteraksi dengan jamaah atau orang lain.
         Karakteristik kedua adalah konteks, dipahami dan dipakai untuk tujuan tertentu secara praktis. Pemaknaan teks dan konteks dilakukan secara bersama-sama. Menurut Cook, 1989. semua situasi yang berada di luar teks mempengaruhi pemakaian  bahasa, seperti persisipan dalam bahasa, situasi ketika teks diproduksi, dan fungsi yang dimaksudkan dalam teks tersebut. Aspek konteks sangat penting untuk memahami teks, sebab dengan hanya memaknai struktur teks sudah barang tentu analis akan mengalami kesulitan menemukan makna yang sebenarnya.
          Fakta tersebut dapat dilihat dalam kutipan (2)  wacan khotbah Suara Muhammadiyah  berikut:
(2)Arus globalisasi tanpa batas waktu dan wilayah, telah menembus dan merayap ke seluruh pondok reot dan gedung-gedung mewah. Batas deras dan dahsyatnya desakan arus globalisasi, sehingga terasa membutakan mata hati terhadap kehidupan Islami.

          Kutipan tersebut merupakan bentuk analisa struktur teks yang dihubungkan dengan situasi lingkungan kehidupan Islam (konteks). Bahwa situasi lingkungan kehidupan Islam membuka cakrawala berpikir dan menghubungkan skemata analis adanya keterhubungan antara teks dan konteks. Konteks kehidupan umat Muslim sekarang yang dilandah arus globalisasi hingga ke pelosok tanah air menjadi keprihatinan kalangan Muballig jikalau arus ini mempengaruhi pilosofi kehidupan Islami.
          Karakteristik ketiga adalah historis, yang digunakan dalam AWK untuk menginterpretasi wacana. Menurut Eriyanto (2003), pemahaman teks wacana hanya akan diperoleh apabila penganalisis dapat memberikan konteks historis. Dalam konteks historis akan tampak bagaimana teks dihasilkan. Dengan mengetahui situasi tertentu yang ada pada teks ketika dihasilkan sangat besar perannya dalam memaknai sebuah teks.
         Fakta tersebut tergambar dalam kutipan (3) wacana khotbah Suara Muhammadiyah  berikut:
(3)“Kaum Muslimin sebenarnya tidak sedikit jumlahnya yang terpelajar sejak zaman yang silam.”
          Kutipan tersebut menggambarkan bahwa secara historis kaum Muslimin sejak zaman silam telah berjaya dalam bidang ilmu pengetahuan. Kaum Muslim sejak dahulu taat dalam menjalankan perintah agama. Berbeda halnya saat ini telah berkurang jumlahnya sosok manusia yang peka serta arif dalam menyikapi masalah besar yang silih berganti persoalan umat. Maka, sebenarnya otak atau rasio semata tidak selamanya dapat memecahkan problem umat, kecuali didukung oleh kecerdasan rohani yang telah mengalami penggemblengan dengan siyam (puasa) sejak dahulu.        
          Karakteristik keempat adalah kekuasaan, yang tidak memandang wacana hanya sesuatu yang terjadi secara alamiah, wajar, dan netral, tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dengan masyarakat. AWK tidak membatasi diri pada detil teks atau struktur wacana saja, tetapi juga memperhitungkan dan menghubungkan dengan kekuasaan dan kondisi sosial, politik, ekonomi, dan sosial budaya tertentu.
          Pada wacana tersebut tergambar adanya bentuk kekuasaan Allah terhadap manusia selaku hambanya. Allah selaku Khalik penguasa alam dan segala isinya, tak satu ciptaan pun dapat membantahnya. Fakta itu tergambar dalam kutipan wacana khotbah majalah Suara Muhammadiyah  berikut:
   (4)“Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah, penguasa seluruh alam.”
         Kutipan tersebut memberikan keterangan tentang kekuasaan Allah yang tidak terbatas. Jagat raya dan seluruh isinya merupakan ciptaan-Nya dan dalam genggaman kekuasaannya. Seluruh alam dan isinya termasuk manusia adalah ciptaan yang harus tunduk dan patuh kepada Allah swt. Bentuk kekuasaan Allah ini diteruskan oleh Muballig lewat teks yang ingin menguasai hati dan pikiran kaum Muslim untuk tetap tunduk dan patuh kepada Allah. Muballig menginginkan adanya keteguhan hati kaum Muslim dalam mempertahankan iman (kepercayaan kepada Allah). Kutipan di atas menanamkan bentuk kekuasaan dan manusia sebagai makhluk lemah.
         Fairclough (1995) memandang bahasa sebagai praktik kekuasaan. Bahasa mengandung nilai ideologi tertentu dan dapat dianalisis secara menyeluruh. Nilai ideologis dalam kekuasaan dapat berbentuk kekuasaan dalam wacana. Senada dengan pandangan itu, Kartomihardjo (dalam Purwo, 2000) menyatakan bahwa bahasa kekuasaan atau bahasa yang menampilkan adanya kekuasaan terdapat dalam berbagai wacana, baik yang digunakan secara terang-terangan maupun digunakan secara terselubung.
         Karakteristik kelima adalah ideologi. Menurut van Dijk (1997), ideologi dalam waacana dimaksudkan untuk mengatur masalah tindakan dan praktik individu atau kelompok. Ideologi membuat anggota  kelompok akan bertindak dalam situasi yang sama, dapat menghubungkan masalah mereka, dan memberikan konstribusi dalam membentuk solidaritas dan kohesi dalam kelompok.
         Fakta tersebut dapat dilihat dalam kutipan (5) wacana Suara Muhammadiyah 16-28 Februari 2010 sebagai berikut:
(5)Akhir-akhir ini kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anak sudah meningkat semakin baik. Mereka berusaha mencari biaya sekolah merupakan prioritas pertama setelah makan dan minum. Soal keperluan pakaian, hiburan/plesir (rekreasi) tidak terlintas. Kebutuhan perkakas rumah tangga juga alat-alat yang sudah usang dan seadanya tetap dipakai asal urusan sekolah dapat terpenuhi lebih dulu.

         Kutipan di atas menggambarkan begitu perhatian publik terhadap pentingnya pendidikan menurut mereka, sehingga menjadikan  pendidikan sebagai prioritas utama, sementara kebutuhan lain menjadi urutan prioritas berikutnya. Mereka bertindak pada situasi yang sama dalam bentuk solidaritas umat.
Menurut Thompson (1984), secara mendasar ideologi berhubungan dengan proses pembenaran hubungan kekuasaan yang tidak simetris. Penggunaan istilah demikian disebut konsepsi kritis ideologi. Biasanya penggunaan istilah itu mengandung konotasi negatif yang selalu mengikat analisa idielogi pada pertanyaan kritis. Lebih lanjut Thompson (1984), menjelaskan bahwa teori ideologi pada umumnya menempatkan “makna” dan “ide” yang mempengaruhi konsepsi dan aktivitas individu atau kelompok yang membentuk dunia sosial. Pada akhirnya terjadilah analisa ideologi yang difokuskan pada ciri bahasa dan makna pada satu sisi, dan bentuk-bentuk bahasa diaplikasikan pada teks literal dan interaksi sosial pada sisi lain. Dengan demikian, AWK dengan menggunakan teori-teori ideologi dapat menginterpretasikan berbagai tujuan ideologi yang terdapat dalam wacana, seperti tujuan untuk mempengaruhi, memperoleh dukungan publik, dan memarjinalkan individu atau kelompok.
          Fairclough juga membagi analisis wacana dalam tiga dimensi: teks, discourse practice, dan sociocultural practice. Dalam model Fairclough, teks di sini dianalisis secara linguistik, dengan melihat kosakata, semantik, dan tata kalimat. Ia juga memasukkan koherensi dan kohesivitas, bagaimana antarkata atau kalimat tersebut digabung sehingga membentuk pengertian. Semua elemen yang dianalisis tersebut dipakai untuk melihat tiga masalah berikut.
Pertama, ideasional yang merujuk pada representasi tertentu yang ingin ditampilkan dalam teks, yang umumnya membawa muatan ideologis tertentu. Analisis ini pada dasarnya ingin melihat bagaimana sesuatu ditampilkan dalam teks yang bisa jadi membawa muatan ideologi tertentu. Kedua, relasi merujuk pada analisis bagaimana konstruksi hubungan di antara wartawan dengan pembaca, seperti apakah teks disampaikan secara informal atau formal, terbuka atau tertutup. Ketiga, identitas merujuk pada konstruksi tertentu dari identitas wartawan dan pembaca, serta bagaimana personal dan identitas ini hendak ditampilkan.

          Model Fairclough ini dalam analisis wacana:
A. Teks
         Teks khotbah ini berbicara mengenai “pembinaan generasi muda masa depan,  wacana ini mengajak masyarakat menjadi insan-insan Muslimin supaya tetep berjalan di atas rel Islam. Informasi faktual tersebut dapat ditemukan di Suara Muahammadiyah, 16-28 Februari 2010 sebagai berikut:

Kutipan (6): Hendaknya segala tingkah laku, tutur kata, pola pikir, dan pelbagai aktifitas manusia berorientasikanlah dengan jalur-jalur ajaran agama Islam meliputi akidahnya, ibadahnya, muamalahnya, pergaulannya, pernikahannya, makan-minumnya, berpakaiannya, pendek kata meliputi seluruh gerak-gerik dan tarikan nafasnya pun hendaklah bersumber dari ajaran Islam.
          
            Kutipan tersebut merupakan suatu ajakan yang menggugah hati, selaku muballig untuk mempengaruhi simpatisan publik. Pada akhirnya Muballig itu menginginkan adanya perubahan sikap dan prilaku publik dalam tatanan kehidupan beragama dan berbangsa pada masa yang akan datang. Sementara itu memang sebahagian publik belum memiliki keimanan yang sempurna, perintah salat masih diabaikan, padahal salat merupakan perintah Allah yang sangat agung. Apalagi berbicara muamalah, etika bergaul, cara makan dan minum yang benar menurut Islam sebagian publik belum memperhatikan bagaimana yang sebenarnya.

B. Analisis Discourse Practice
         Discourse practice mengantarai teks dengan konteks sosial budaya (sosiocultural practice). Artinya hubungan antara sosialbudaya dengan teks bersifat tidak langsung dan disambungkan dengan discourse practice. Pada tingkatan discourse practice. Seperti dikatakan Fairclough (dalam Rohmani, 2003:38) pertentangan kelas merupakan suatu kebutuhan dan sifat suatu sistem sosial yang melekat dimana pemaksimalan keuntungan-keuntungan dan kekuasaan kelas bergantung pada pemaksimalan eksploitasinya dan dominasi dari yang lain.  Tergambar dalam kutipan (7) berikut:
(7)Pergaulan bebas antara pria dan wanita sudah begitu marak dan merata, sehingga berakibat betapa banyaknya gadis yang layu sebelum mekar, dua tiga bulan kawin bayinya sudah lahir, sulit untuk dibendung dan dicegah.


C. Sociocultural Practice
          Analisis sociocultural practice didasarkan pada asumsi bahwa konteks sosial yang ada di luar media mempengeruhi bagaimana wacana yang muncul dalam media. Bagaimana sociocultural practice ini menentukan teks? Menurut Fairclough, hubungan itu bukan langsung, tetapi dimediasi oleh discourse practice.
Hal ini sesuai dengan pandangan Fairclough, bahwa praktik wacana bisa jadi menampilkan afek ideologi yang dapat memproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial. Hubungan kelas sosial itu dapat berupa perbedaan jenis kelamin, kelompok  minoritas dan mayoritas, dan kelompok kuat dengan kelompok yang lemah.
Interpretasi Kekuasaan
        Sebab konsep kekuasaan dalam wacana adalah menghubungkan wacana dengan dengan masyarakat. Pemakaian bahasa yang ditulis wartawan pada dasarnya bukanlah hanya terbatas pada penulis dan pembaca, tetapi merupakan bagian yang integral dari kehidupan masyarakat dihubungkan dengan kondisi sosial yang ada, baik aspek politik, ekonomi, dan budaya tertentu  (Eriyanto, 2003).
        Kekuasaan dalam hubungannya dengan wacana sangat penting dijadikan sebagai kontrol.  Seseorang atau kelompok mengontrol orang atau kelompok lain lewat wacana. Bentuk kontrol lewat wacana tersebut bisa dalam bentuk kontrol konteks atau struktur wacana. Tergambar dalam kutipan (8) berikut:
(8)Jamaah Jum’at kaum Muslimin yang dirahmati Allah, marilah kita bersama-sama mencermati dengan sepenuh hati firman Ilahi Rabbi.
         Kutipan tersebut menggambarkan bahwa sang Muballig memegang kekuasaan  luas mengajak dan mempengaruhi jamaah untuk berbuat sesuatu, yaitu mencermati firman Allah swt.
Interpretasi Ideologi
         Fairclough, (1995) persoalan ideologi merupakan unsur utama dari penelitian analisis wacana kritis. Dari segi ideologi ditemukan beberapa kata, kelompok kata, dan kalimat dalam wacana khotbah “Membina Generasi Muda Menatap Masa Depan Gemilang,” yang dapat diinterpretasikan secara jelas dalam teks berikut:
generasi muda harapan bangsa, pengusul RUU APP adalah kelompok yang memprihatinkan, pergaulan bebas antara pria dan wanita sudah marak dan merata, Al-Qur’an sudah mulai ditinggalka.

     Kata-kata dan kelompok kata yang disampaikan seperti; generasi muda harapan bangsa, pengusul RUU APP adalah kelompok yang memprihatinkan merupakan bentuk pertarungan bernuangsa politik. Kelompok kata; pergaulan bebas antara pria dan wanita sudah marak dan merata, Al-Qur’an sudah mulai ditinggalkan bernuangsa marjinal.

PENUTUP
           Keberadaan muballig di negeri ini menjadi sosok yang begitu disegani dan menjadi panutan. Penghormatan dari berbagai kalangan kepada tokoh agama ini bukannya tanpa alasan. Para ustad dengan kelebihan pengetahuan agama Islam seringkali dilihat sebagai orang yang senantiasa dapat memahami keagunan Allah swt., dan juga dapat menyibak rahasia alam.  Muballig dengan kelebihan pengetahuan dan penghayatannya terhadap agama, oleh masyarakat dianggap sebagai guru pembimbing yang memiliki kemampuan khusus di bidang keagamaan.
          Melihat realitas kelebihan muballig tersebut, sudah barang tentu memiliki kharisma dan pengaruh yang cukup kuat di masyarakat. Muballig dengan segala kelebihannya serta betapapun kecilnya lingkup kawasan pengaruhnya, tentulah dapat digolongkan sebagai figur ideal yang mempunyai kedudukan  kultural dan struktural yang tinggi dalam masyarakat, baik di bidang keagamaan, ekonomi, sosial, budaya, dan politik.
         Hal ini yang menarik penulis menganalisis teks khotbah tersebut lewat AWK. Wacana Membina Generasi Muda Menatap Masa Depan Gemilang tersebut penulis menganalisis dengan AWK, dan secara khusus dari aspek tindakan, konteks, historis, ideologi dan kekuasaan.







DAFTAR PUSTAKA

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis teks Media. Yogyakarta: LKis.

Suara Muhammadiyah. 2009. Membina Generasi Muda Menatap Masa Depan Gemilang. Majalah No.4/Th.ke-94 16-28 Februari, hlm. 31-32.

Thompson, John B. 1984. Studies in The Theory of Ideology. Berkeley: Universitas of California Press




Sabtu, 07 April 2012

PENILAIAN BELAJAR DALAM KELAS



1.      Penilaian dalam Kelas
Tugas dasar guru yang begitu sulit dalam bekerja, yaitu penilaian-penilaian dalam kelas dengan melibatkan semua proses alat yang digunakan guru dalam mengambil keputusan tentang kemajuan siswanya. Termasuk pengamatan terhadap pekerjaan rumah siswa dan pekerjaan di sekolah, respons siswa dalam menjawab pertanyaan dan hasil tes yang dibuat oleh guru. Selain itu, termasuk juga penilaian yang autentik seperti memperbaiki mesin pada siswa otomotif, mengajarkan kembali topik kepada siswa, dan menyediakan bahan pelajaran.
1.1  Fungsi Penilaian dalam Kelas
Penilaian dalam kelas berfungsi untuk mengumpulkan informasi dan membuat keputusan tentang kemajuan belajar, termasuk meningkatkan motivasi belajar.
Belajar dan penilaian memiliki hubungan yang erat. Siswa belajar lebih banyak dalam kelas di mana penilaian adalah bagian integral pengajaran daripada tanpa penilaian. Singkatnya, frekuensi penilaian adalah lebih efektif daripada lamanya. Lain halnya antara tes dan motivasi. Hubungannya kontroversional sebab idealnya, siswa seharusnya termotivasi untuk belajar dari keinginannya sendiri.
1.2  Pengukuran dan Evaluasi
Dua proses yang fundamental yang terdapat dalam penilaian, yaitu: (a) Pengukuran, yang termasuk semuanya informasi yang dikumpulkan oleh guru sebagai bagian dari proses penilaian. (b) Evaluasi, mengacu kepada keputusan yang diambil oleh guru dalam dasar pengukuran.
1.2.1        Pengukuran Formal dan Informal
Pengukuran formal yaitu proses pengumpulan informasi secara sadar, sedangkan pengukuran nonformal yaitu pengukuran yang diambil incidental (tidak sengaja) seperti mendengar komentar dan jawaban siswa. Tes dan kuis merupakan pengukuran formal, seperti pengamatan guru dalam mengamati banyaknya sit-ups yang siswa dapat lakukan.    
1.2.2        Kebutuhan akan Penilaian yang Sistematis
Pengukuran yang tidak formal sangat penting dalam membantu guru membuat keputusan jadwal yang diperlukan tiap kelas. Kathi menggunakannya dalam membantu membuat keputusan kapan berhenti dudu, bekerja, dan kapan waktunya memberi tes.
Pengukuran tidak formal mempunyai umpan balik penting, sebab guru tidak mendapatkan informasi sama dari setiap siswa. Mereka tidak tahu tentang kemajuan tiap siswa tanpa sadar guru terkadang membuat keputusan penting dengan dasar pengukuran tidak formal. Siswa yang siap menjawab dan mempunyai personalitas sering diberi nilai lebih daripada mereka yang kurang. Lebih lanjut, siswa yang secara fisik lebih menarik dari apa yang dianggap lebih oleh gurunya.
Penilaian sistematis secara khusus penting pada tingkatan di bawah “menengah” di mana guru sering mengandalkan penilaian pada penampilan, seperti tulisan tangan, identifikasi verbal pada tulisan angka untuk membuat keputusan.
1.3  Validitas: Membuat Keputusan tentang Evaluasi yang Tepat
Validitas maksudnya bahwa penilaian mengukur apa yang semestinya diukur termasuk “kecakapan dan ketepatan interpretasi yang dibuat dari penilaian dengan hal-hal yang lebih khusus. Validitas menggambarkan hubungan antara informasi yang dikumpulkan dan keputusan yang dibuat dari informasi. Konsep validitas adalah jantung dari kontroversial dalam penilaian.
1.4  Reliabilitas: Kemantapan dalam Pengukuran
Reliabilitas menggambarkan keadaan di mana pengukuran itu konsisten. Contohnya, skala kamar mandi yang bisa lebih panjang. Anda terganggu oleh orang yang tidak percaya sebab kamu tidak mengharapkan mereka mengikuti seluruh apa yang mereka setujui. Pengaruh dari penskoran terhadap ketepercayaan digambarkan pada esai yang tidak tepercaya. Pengukuran informal sering tidak tepercaya. Contoh, tidak semua siswa merespons pertanyaan yang sama.  


2.      Penilaian Tradisional
2.1    Pola Penilaian Guru
Pola penilaian guru sebagai berikut:
- Mengukur penampilan
Guru Mengandalkan contoh pekerjaan siswa, misalnya kemampuan membentuk angka, menulis surat), mengevaluasi belajar siswa
- Pengukuran informal
Pengukuran yang dilakukan secara informal. Guru terkadang memberi latar belakang dan sosial karakteristik yang lebih pada pendekatan kemampuan.
- Tes komersial dipersiapkan
Ketika mereka mengerjakan tugas, guru sangat tergantung pada tes yang dipersiapkan dan diterbitkan secara komersial.
- Penekanan pada tujuan efektif
Guru menekankan tujuan, seperti kerja sama dengan yang lain.

2.2    Membuat Pola-pola Item yang Valid
Soal adalah valid, jika siswa mengerti jawaban soal dengan benar dan jika tidak mengerti akan salah. Sebagai contoh, jika engkau memberi soal pilihan ganda. dengan jawaban "A" yang benar dan jika banyak memilih "C" soal menunjukkan kesalahpahaman atau kesulitan ide. Satu cara yang akan ditanyakan adalah mendiskusikan soal dengan teman kelas dan menentukan mengapa banyak orang memilih jawaban yang salah.
2.2.1        Soal-soal Pilihan Ganda
Soal pilihan ganda merupakan model soal yang paling efektif dalam menyiapkan validitas dan reliabilitas soal pada tingkat pemikiran yang berbeda. Gronlund (1993) menyarankan supaya guru menulis soal pilihan ganda kemudian mengganti ke format lain. Adapun petunjuk untuk penerapan soal pilihan ganda, yaitu:
a.       Hadirkan satu masalah yang jelas dalam rangkaian soal.
b.      Buat semua pengecoh yang masuk akal dan menarik.
c.       Letak jawaban yang benar harus diacak.
d.      Hindari persamaan kata dalam satu rangkaian dan pilihan yang tepat.
e.       Hindari jawaban benar dari segi teknis daripada pengecoh.
f.       Jaga jawaban benar dan pengecoh memiliki panjang yang sama, jawaban yang lebih panjang/pendek seharusnya digunakan sebagai pilihan salah.
g.      Hindari istilah selalu, tidak pernah, pada pilihan salah.
h.      Biarkan pengecoh tetap sesuai dengan tata bahasa.
i.        Hindari, dua pengecoh yang sama makna.
j.        Tekankan kata bermakna negatif dengan menggarisbawahi jika digunakan.
2.2.2        Soal-soal Benar Salah
Pedoman mempersiapkan soal-soal benar-salah sebagai berikut:
a.       Bilamana menggunakan format menulis ramping, lebih banyak pernyataan salah daripada apa yang benar atau sebaliknya, dan siswa cenderung menandai jawaban yang ia tidak yakini sebagai jawaban yang salah.
b.      Membuat masing-masing soal yang merupakan suatu pernyataan yang jelas.
c.       Menghindari petunjuk-petunjuk yang dapat memberi tahu siswa untuk menjawab dengan benar tanpa pengertian yang penuh atas isi pertanyaan,
2.2.3        Soal Menjodohkan
Format soal menjodohkan adalah suatu variasi-variasi pada pertanyaan-pertanyaan pilihan ganda dan merupakan hal yang efektif, ketika pilihan lama digunakan dalam item soal yang seri.
Contoh:
Pemahaman seperti bola lampu menyala dalam kepala adalah ...
a.       simile
b.      metafora
c.       hiperbola
d.      personifikasi
2.2.4        Soal-soal Melengkapi
Soal-soal melengkapi mencakup suatu pertanyaan atau pernyataan yang tidak lengkap, sehingga menuntut siswa untuk menyiapkan kata-kata, angka-angka atau simbol-simbol yang tepat.
2.2.5        Soal Essay
Sering kali dibutuhkan kemampuan untuk mengatur ide, kemampuan untuk membuat  dan mempertahankan suatu argumen. Menerapkan soal essay juga membutuhkan sebuah format atau pedoman untuk mempersiapkan dan menentukan skor soal-soal tersebut.
2.3    Membuat Persiapan Tes Komersial
Banyak guru bergantung pada tes dalam buku, buku panduan guru: dan materi kurikulum lain yang disiapkan. Meskipun menggambarkan tes ini jelas menghemat waktu, mereka harus berhati-hati dengan alasan: tujuan, penekanan, dan kualitas.
3.      Penilaian Autentik/Nyata
3.1    Penilaian Prestasi
Seorang guru melihat siswanya sulit menerapkan ilmu dalam kegiatan sehari-hari. Dalam usahanya meningkatkan kemampuan siswa, harus memfokuskan pada masalah sehari-hari. Umpamanya menyuruh siswa untuk memecahkan masalah sehari-hari secara berkelompok.
3.1.1        Mendesain Penilaian Prestasi
Ada empat langkah dalam mendesain penilaian dalam kelas, yaitu:
a.       Menspesifikkan hasil yang diinginkan.
b.      Memilih fokus evaluasi.
c.       Menentukan tingkat ketepatan dari kenyataan.
d.      Memilih prosedur evaluasi.

3.1.2        Metode Evaluasi dengan Penilaian Prestasi
Model evaluasi yang digunakan pada penilaian performance terbagi atas tiga, yaitu:
a.       Pengamatan sistematis
b.      Cheklist
c.       Skala penilaian
3.2    Penilaian Portofolio: Melibatkan Pembelajar dalam Penilaian Autentik
Portofolio merupakan bentuk penilaian alternatif yang mempunyai keuntungan tambahan untuk melibatkan siswa dalam mendesain, mengoleksi, dan mengevaluasi produk belajar. Portofolio adalah koleksi karya yang ditinjau dari kriteria preset untuk menilai seorang siswa atau program. Portofolio bukanlah merupakan penilaian, melainkan ia merupakan koleksi produk siswa yang berbeda-beda, seperti entri jurnal, essei, karya seni, dan videotapes.
Perbedaan antara portofolio dengan penilaian, yaitu: portofolio merupakan sampel pekerjaan siswa dalam waktu tertentu yang mencerminkan adanya perubahan perkembangan. Selain itu, portofolio melibatkan siswa dalam membuat desain, koleksi, dan evaluasi.
Penilaian di kelas mempunyai beberapa kriteria, antara lain:
a.       Pastikan bahwa tes dan tujuan guru adalah sebangun.
b.      Tulislah setiap seal tes setelah penyajian materi.
c.       Guru menganalisis soal yang telah dibuat untuk memastikan pengukuran hasil belajar.
d.      Tentukan skor untuk tiap-tiap item seal essei,
e.       Gunakan item seal yang telah disiapkan dengan hati-hati.
f.       Gunakan penilaian, alternatif untuk menambah validitas.
4.      Praktek Penilaian yang Efektif
Ada empat proses dalam penilaian yang efektif keempat proses tersebut diuraikan berikut ini.
4.1    Mendesain Penilaian
Tugas pertama yaitu memastikan antara tujuan dan pengajaran. Meskipun tampak jelas, banyak guru yang gagal karena yang secara khusus dipersiapkan terkadang setelah pengajaran baru dilengkapi. Satu topik diberikan sedikit penekanan dalam kelas yang mempunyai beberapa seal yang berhubungan dengan topik itu, di mana yang lain diberi penekanan yang lebih kuat, mencakup dari keseluruhan tes itu. Topik tes seal dihubungkan dengan topik pada tingkat pengetahuan.
4.2    Mempersiapkan Penilaian untuk Siswa
Dalam menyiapkan tes. untuk siswa, guru mempunyai tujuan jangka panjang dan jangka pendek. Tujuan jangka panjang yaitu guru ingin agar siswa memahami prosedur tes dan strategi dan mengerti tes dengan keraguan seminimum mungkin. Tujuan jangka pendek, yaitu mereka ingin agar siswa mengerti formal isi tes.
4.2.1        Pengajaran Strategi Tes
Pengajaran strategi ini merupakan usaha jangka panjang untuk meningkatkan penampilan siswa dalam situasi tes, seperti halnya:
a.       bangunan waktu secara efisien
b.      membaca petunjuk soal
c.       mengidentifikasi informasi penting dalam pertanyaan
d.      memahami karakteristik jenis-jenis tes.
4.2.2        Mengurangi Kekhawatiran Soal Tes
Kekhawatiran tes merupakan relatif stabil, reaksi yang tak menyenangkan terhadap situasi tes yang membuat penampilan yang kurang baik.
5.      Menilai dan Melaporkan: Sistem Penilaian Total
5.1    Merancang Suatu Sistem Penilaian
Merancang suatu sistem penilaian adalah tugas penting bagi seseorang guru. Format dalam sistem ini akan mempengaruhi antara cara belajar siswa dan kerja guru. Beberapa panduan akan membantu Anda dalam proses, yaitu:
a.       Sistem Anda mesti konsisten pada sekolah dengan kebijakan wilayah.
b.      Sistem Anda seharusnya di desain untuk mengumpulkan informasi sistematis dari tiap-tiap siswa.
c.       Dalam banyak situasi pekerjaan rumah seharusnya bagian integral dari sistem penilaian.
d.      Anda harus mampu mempertahankan sistem yang Anda buat kepada orang tua atau administrasi jika perlu.
5.1.1        Evaluasi Formatif dan Sumatif
Cara guru menggunakan kuis dan tes mempengaruhi cara belajar, meskipun guru secara khusus memikirkan pemberian kuis dan tes untuk menilai, mereka dapat diberi umpan balik antarguru dan siswa tentang kemajuan belajar. Satu fungsi yang lebih penting, yaitu mereka, diberi skor lalu didiskusikan melalui beberapa kuis atau tes.
5.1.2        Norma Referensi dan Kriteria Evaluasi Referensi
Referensi dan Evaluasi kriteria referensi adalah dua cara memberi tugas untuk diukur. Norma referensi maksudnya, keputusan tentang penampilan siswa berdasarkan perbandingan dengan temannya. Sedangkan kriteria referensi maksudnya bahwa satu keputusan dibuat sesuai dengan standar yang ditetapkan sebelumnya.
5.1.3        Tes dan Kuis
Bagi guru, tes dan kuis adalah dua bentuk dasar dari sistem penilaian. Beberapa guru menambah tes dan kuis bersama dan menambahnya ke dalam seluruh nilai. Penilaian yang lain berbeda dalam memberi nilai pada tugas. Kedua metode itu adalah tepat, bergantung tujuan guru.
5.1.4        Penilaian Alternatif
Jika Anda menggunakan penilaian alternatif, harus dicantumkan dalam sistem penilaian. Berkomunikasilah bahwa penilaian alternatif kurang penting daripada penilaian tradisional yang sedang digunakan. Jika Anda menilai siswa berdasarkan kriteria yang ditetapkan dengan baik, penskoran mempunyai realibilitas yang dapat diterima dan penilaian alternatif dapat digunakan dalam cara yang sama seperti tes dan kuis.
5.1.5        Pekerjaan Rumah
Strategi terbaik adalah hasil dari pekerjaan siswa yang paling konsisten dan usaha mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan teliti tanpa merugikan Anda dalam banyak waktu.
5.2    Memberi Tingkatan-tingkatan: Meningkatkan Belajar dan Motivasi
Setelah keputusan tentang tes, kuis, penilaian alternatif, dan pekerjaan rumah, maka guru harus melihat perkembangan-perkembangannya dalam banyak hal. Proses ini jelas ada yang baik ada juga yang cacat. Jika dia cacat, guru harus mengetahui penyebabnya. Jika dia baik guru harus menyiapkan strategi untuk meningkatkan tes dan juga motivasi.
Dengan berbagai aspek pengajaran, pilihan bergantung Anda. Satu sisi sistem persentase adalah cukup jika tugas sama ukurannya. Tes juga sama panjangnya, tes yang diberikan lebih berat daripada kuis dan tugas. Di sisi lain, sistem poin dapat berjalan jika siswa tetap mengikuti seluruh poin mereka dan kemudian mengomunikasikan nilai yang mereka dapat pada periode penilaian. Untuk lebih efektif dalam belajar, siswa harus paham sistem penilaian. Di sisi lain, jika mereka  jarang diberi kuis dan pekerjaan rumahnya diskors dan dikembalikan secepatnya. Bahkan, siswa belajar memahami hubungan antara usaha dan nilai.
5.3 Poin Mentah atau Persentase
Dalam memberi skor pada tugas, kuis, atau tes, guru mempunyai dua pilihan, yaitu dalam sistem persentase mereka mengubah tiap-tiap skor ke dalam persentase, kemudian merata-ratakan persentase itu sebagai kemajuan penilaian. Sistem yang lain, mereka mengumpulkan nilai mentah dan mengubah pada persentasenya hanya pada akhir periode.


UJIAN STANDAR
Penetapan ujian standar merupakan alat-alat penilaian yang telah diberikan terhadap murid-murid dalam sampel yang jumlahnya besar (jumlah yang banyak dalam negara luas). Terhadap kondisi yang sama dan prosedur-prosedur yang sama dalam menjawab beberapa pertanyaan. Penilaian dibuat berdasarkan pada ujian standar yang disetarakan dengan nilai-nilai sebuah norma dalam kelompok, orang-orang yang usia mereka mirip, tingkatan level (tingkatan kelas), dan latar belakang yang telah mengikuti ujian secara bersamaan.
Pengaruh terhadap ujian standar sangat besar, secara fakta terlihat di negara-negara industri; seperti Jepang dan Jerman di mana penilaian lebih tinggi daripada murid-murid US dalam mengikuti beberapa ujian mereka.
UJIAN STANDAR
Ujian standar biasa digunakan untuk membandingkan perilaku atau prestasi murid-murid di sekolah-sekolah dalam status berbeda wilayah, negara dan bangsa. Kebanyakan guru-guru percaya pada ujian standar adalah penekanan yang berlebihan dalam sebuah keseimbangan kurikulum (perencanaan pengajaran). Sekolah yang sangat efektif. (Herma, Abadi dan Collan, 1994. Urdan dan Paris 1991). Penggunaan standarisasi ujian sebagai berikut:
1.      Fungsi ujian standar
Ujian standar mempunyai beberapa fungsi
Ø  Penilaian murid; ujian standar yang memberikan suatu arti perbandingan dengan penilaian yang telah dibuat oleh guru-guru dan ukuran-ukuran lain yang telah dibuat oleh guru dari perilaku di dalam kelas dan guru juga dapat membantu dalam memberikan gambaran tentang suatu kemajuan (progress siswa).
Ø  Diagnosis; ujian standar digunakan untuk mendiagnosa suatu kekuatan dan kelemahan murid-murid.
Ø  Seleksi dari penempatan; program-program dalam menyeleksi siswa dibatasi, karena hasil dari ujian standar memainkan peranan penting dalam menentukan apakah dia diterima alto tidak, dengan satu pilihannya terhadap satu perkumpulan (sekolah).
Ø  Pemberian program evaluasi; menyesuaikan program evaluasi dengan perkembangan pebelajar, dengan tingkat ilmu pengetahuan mereka dan juga berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan mereka.
Ø  Akuntabilitas dari hasil-hasil ujian dapat membantu untuk menjawab pertanyaan ini. Guru di sekolah memegang peranan penting dalam mempertanggungjawabkan pebelajar.
2.      Jenis-jenis Ujian Standar
Jenis-jenis tes baku
  1. Tes Achievement (prestasi), didesain untuk mengukur dan mengetahui kemampuan siswa dalam bidang yang berbeda. Umumnya tes ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan membaca dan matematika pada siswa. Adapun tujuan tes ini adalah untuk:
1)      Mengetahui seberapa baik kemampuan siswa pada bidang yang diujikan
2)      Membandingkan hasil siswa secara lintas daerah atau negara
3)      Menelusuri kemajuan siswa secara over time.
4)      Mengetahui apakah siswa memiliki latar belakang pengetahuan yang cukup untuk memulai pengajaran pada bidang yang sudah ditetapkan.
5)      Mengidentifikasi masalah dalam pembelajaran.
  1. Tes Diagnostic (yang bersifat diagnosa), didesain untuk mendapatkan deskripsi detail mengenai kekuatan dan kelemahan siswa dalam bidang keterampilan khusus. Tes ini biasanya dilakukan secara individu, dengan item dan subtes yang lebih banyak serta laporan skor yang lebih spesifik jika dibandingkan dengan tes achievement.
  2. Tes Intelligence (Intelegensi), didesain untuk mengukur kemampuan siswa dalam kapasitasnya untuk memperoleh pengetahuan, berpikir abstrak dan memecahkan masalah.
  3. Tes Aptitude (bakat), didesain untuk memprediksi potensi pembelajaran serta mengukur kernampuan umum yang ada dan berkembang dari diri siswa.
Beberapa tujuan prestasi ujian standar:
Ø  Menentukan bagaimana murid dapat menguasai sebuah bidang artikel.
Ø  Membandingkan atau menyetarakan perilaku murid.
Ø  Mengikuti kemajuan murrid-murid yang giat berusaha,
Ø  Menentukan apakah murid mempunyai latar belakang ilmu pengetahuan
Ø  untuk memulai pelajaran dalam bidang khusus.
Ø  Mengidentifikasi atau memperkenalkan program-program belajar.
3.      Evaluasi Ujian Standar: Tinjauan Ulang Validitas
Untuk tes-tes yang dibuat guru, validitas dipengaruhi oleh jenis assessment guru dan cara guru tersebut menggunakannya.
Dalam standardized test, validitas menjadi agak berbeda karena tesnya bersifat "siap pakai", guru dituntut untuk pandai mencocokkan tes baku yang akan diujikan agar connect dengan tujuan khusus yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Validitas terletak pada ketepatan penggunaan tes, bukan pada tes itu sendiri.
Para ahli menggolongkan validitas ke dalam tiga jenis, di mana tiap-tiap jenisnya memperlihatkan perbedaan perspektif mengenai persoalan ketepatan penggunaan test.
Ø  Validitas content ditentukan oleh kesamaan antara apa antara apa yang diajarkan dengan apa yang diujikan.
Ø  Validitas Predictive (prediksi), ditentukan oleh kemampuan tes sebagai indicator dalam mengukur performance siswa di masa akan datang.
Ø  Validitas construct,  ditentukan oleh kemampuan suatu tes dalam menjadi indikator hubungan antara tes itu sendiri dan untuk mengukur apa tes itu dibaca.
PENGERTIAN PENAFSIRAN NILAI UJIAN STANDAR
Dalam menafsirkan nilai ujian standar digunakan statistika untuk menyimpulkan informasi ujian.
1.      Deskripsi Statistik
Statistik deskriptif bagian dari statistik yang membahas tentang penyusunan data dalam daftar (tabel) dan grafik (diagram).
Ø  Distribusi frekuensi, cara untuk menyimpulkan data ujian yang sederhana, menghitung angka dari masing-masing murid atau nilai yang telah dicapai.
Ø  Ukuran Tendensi Sentral, adalah ukuran pemusatan yang membahas Mean, Median dan Modus.
Ø  Ukuran variabel, ukuran penyebaran yang membahas jangkauan, dan simpangan baku.
Ø  Distribusi normal, distribusi nilai yang terdapat dalam ukuran pemusatan yang mempunyai nilai yang sama dan masing-masing nilai didistribusikan dalam kurva aau “bell shaped
2.      Interpretasi Ujian Standar
Tujuannya adalah untuk membandingkan atau menyetarakan individu dari masing-masing murid yang lain atau dari sekeliling wilayah, bangsa atau bangsa dan bahkan dunia. Menentukan perbandingan digunakan:
Ø  Persentil, adalah sebuah rangking yang membandingkan dari masing-masing individu dengan semua nilai ujian yang lain.
Ø  Raw Score (nilai. kasar) yaitu nilai sederhana dari soal-soal yang telah dijawab oleh individu.
Ø  Stanine (standar nines) adalah menggambarkan tentang sebuah jarak nilai.
Ø  Tingkat equivalent. Adalah membandingkan nilai-nilai individu dengan keterangan kelompok, usia.
Ø  Nilai-nilai standar adalah mengungkapkan hasil ujian dalam unit standar deviasi (Ground dan Linn, 1995).
UKURAN STANDARISASI KESALAHAN (ERROR)
Di dalam memberikan ujian yang berulang-ulang dan sama, untuk menafsirkan sebuah nilai kebenaran digunakan ukuran standarisasi error, yang mana menggambarkan jarak suatu nilai dari sebuah nilai kebenaran yang telah mengalami penurunan jarak yang kadang-kadang disebut interval kepercayaan.

INFORMASI DALAM UJIAN STANDARISASI
1.      Pergerakan Tanggung jawab : Peranan Guru dan responsi murid dalam belajar.
Mempertanggungjawabkan merupakan sebuah tenaga penggerak di dalam mengembangkan standarisasi ujian.
Pengujian kompetensi minimum, yang mana tamatan sekolah telah mendapat izin masuk dalam program untuk menentukan nilai yang telah lulus dalam ujian.
Program-program kompetensi mempunyai karakteristik sebagai berikut
Ø  Pemberian angka pada semua murid yang membutuhkan dalam mengikuti ujian.
Ø  Suatu standarisasi yang dapat diterima dalam tingkatan-tingkatan prestasi yang telah dikembangkan.
Ø  Hasil ujian digunakan untuk memutuskan masalah yang menyangkut tamatan dan promosi.
2.      Format Alternatif terhadap Ujian Standar
Kritik-kritik dapat memutuskan apabila format penilaian dan prosedur dapat memberikan satu indikasi, indikasi dimensi dari apa yang dilakukan murid pada poin akhir suatu kegiatan belajar. Kritik yang merupakan penilaian otentik dalam mengukur kemampuan murid dalam menggunakan intonasi (Wothen, 1993). Memperkenalkan tiga informasi tentang penilaian alternatif
Ø  Tujuan dan kriteria yang harus dituju terhadap suatu kebenaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Penilaian menunjukkan bahwa penilaian alternatif tidak dapat diubah (3axter and Shavelson, 1992; Madaus dan Tan, 1993).
Ø  Logistik; mengatur penilaian alternatif.
Ø  Kebenaran; penilaian alternatif harus subyektif dan mudah terhadap kebenaran mereka.


DIVERSITI SISWA DAN ANEKA RAGAM PENGUJIAN UJIAN-UJIAN STANDAR
Alternatif ujian.
Alternatif kecerdasan ujian telah dikembangkan dalam upaya menyediakan ujian-ujian yang lebih luas. (3ambaran mengungkapkan kecerdasan ujian sebagai berikut:
Ø  Skala-skala non-verbal memperkecil pengaruh bahasa.
Ø  Menyesuaikan soal untuk memperbesar skala-skala IQ tradisional.
Ø  Memfokuskan aspek medikal mempengaruhi fungsi kecerdasan.
Ø  Menggunakan norma-norma yang sebanding dengan murid-murid seperti etnik dan latar belakang sosial ekonomi.
KAUFMANN ASSESMENT BATTERY FOR CHILDREN (KABC)
KABC merupakan deretan penilaian yang disusun oleh Kaufmann (KAVC, Kaufman & Kaufman 1992) dan KABC adalah usaha lain untuk mengumpulkan informasi untuk menilai penempatan individu yang diatur, pengujian ketangkasan ujian dan prestasi anak-anak antara usia 2 dan 12 tahun.
PENDEKATAN KLINIK
Pendekatan klinik untuk penilaian dalam mengembangkan hasil-hasil standarisasi ujian dengan sumber data lain seperti : tingkatan (kelas), sampel-sampel kerja murid atau input dari guru-guru dan orang tua (Anatasi, 1998).
YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELAS
Kapitalisasi terhadap keanekaragaman di ruangan kelas:
1.      Untuk menjadi lebih sensitif terhadap keanekaragaman berdasarkan penilaian yang efektif.
2.      Mengadaptasi pengujian prosedur dengan maksud memberikan kesempatan kepada murid-murid dengan memberitahukan harapan yang positif untuk semua murid dan secara hati-hati memonitor mereka agar menjadi yakin dalam memahami kebutuhan murid-murid.


KESIMPULAN
1.      Ujian standar dapat digunakan untuk menilai kemajuan akademik murid, kelemahan dan kekuatan diagnosis yang dapat disesuaikan dengan program pengajaran. Ujian ini dapat juga digunakan dalam menyediakan informasi untuk memperbaiki program evaluasi.
2.      Nilai-nilai ujian standar diinterpretasikan dengan menggunakan statistik untuk membandingkan suatu prestasi perorangan dengan prestasi kelompok atau beberapa kritikan, persentil, stanine, dan tingkat equivalent untuk membandingkan nilai murid-murid dalam sebuah kelompok.
Akuntabilitas dan testing kompetensi minimum dapat meningkatkan penggunaan test baku dalam rangka penentuan kebijakan pendidikan maupun pengambilan keputusan secara individual.