Senin, 11 Juni 2012

RAGAM BAHASA ILMIAH DAN TATA TULIS ARTIKEL ILMIAH


Artikel ilmiah adalah adalah representasi hasil pemikiran penulis atas suatu objek kajian kepada pembaca melalui bahasa tulis dengan mengikuti sistematika dan kaidah penulisan ilmiah. Pengertian artikel ilmiah tersebut memiliki beberapa dimensi/aspek. Pertama, adanya dimensi hasil pemikiran atas suatu objek kajian yang dapat berupa temuan penelitian atau gagasan analisis kritis. Kedua, adanya dimensi bahasa tulis sebagai alat merepresentasikan hasil pemikiran penulis dalam bentuk satuan-satuan makna dan penanda-penanda hubungan satuan-satuan makna secara eksplisit. Ketiga, adanya dimensi sistematika yang dijadikan unsur pembeda antara bentuk karya tulis artikel dengan bentuk karya tulis yang lain. Keempat, adanya dimensi kaidah penulisan yang harus ditaati, baik yang bersifat “universal” maupun bersifat selingkung.
Apabila hasil pemikiran atas suatu objek kajian berupa temuan penelitian, maka artikel ilmiah kelompok ini disebut artikel hasil penelitian. Sedangkan apabila hasil pemikiran atas suatu objek kajian berupa gagasan atau telaah dan anlisis kritis, maka artikel ilmiah kelompok ini disebut artikel konseptual atau artikel nonpenelitian (Universitas Negeri Malang, 2000).
Ada tiga aspek yang membedakan artikel hasil penelitian dan laporan teknis penelitian, yaitu aspek bahan yang ditulis, sistematika, dan prosedur penulisannya (Saukah,1999). Bahan yang ditulis untuk artikel hasil penelitian lebih ditekankan pada isi yang sangat penting. Yang termasuk didalam aspek ini adalah temuan penelitian, pembahasan temuan, dan kesimpulan. Selain hal-hal tersebut, dalam artikel penelitian cukup disajikan secara singkat dan seperlunya. Misalnya, kajian pustaka lazim disajikan untuk mengawali artikel dan merupakan pembahasan rasional pentingnya masalah diteliti. Kajian pustaka ditempatkan pada bagian pendahuluan (tanpa subjudul kajian pustaka) yang berfungsi sebagai paparan latar belakang masalah dan diakhiri dengan rumusan tujuan penelitian. Setelah itu, berturut-turut disajikan hal-hal yang terkait dengan metode, hasil, pembahasan, kesimpulan, dan saran. Dari sudut prosedur penulisannya, artikel hasil penelitian dapat ditulis sebelum laporan penelitian lengkap diselesaikan, atau artikel hasil penelitian merupakan satu-satunya tulisan yang dibuat oleh peneliti.


KAIDAH PENULISAN ARTIKEL ILMIAH
            Dalam penulisan artikel ilmiah (hasil penelitian atau hasil pemikiran) perlu diperhatikan dan diterapkan kaidah-kaidah penulisan yang telah ditetapkan. Kaidah penulisan artikel ilmiah dapat dipilah menjadi dua, yaitu kaidah-kaidah penulisan yang bersifat “universal” dan kaidah-kaidah penulian yang bersifat ‘selingkung”. Secara umum kaidah penulisan yang bersifat ‘universal’ lebih terfokus pada aturan-aturan penggunaan bahasa Indonesia yang berkaitan  dengan norma ketatabahasaan, dalam hal ini norma bahasa Indonesia baku dan tidak baku (Lumintaintang,1996).
            Kaidah penulisan artikel ilmiah yang bersifat selingkung berkaitan dengan norma-norma penulisan artikel ilmiah yang bertolak dari konvensi aturan-aturan penulisan yang bersifat teknis yang harus diikuti oleh penulis artikel untuk wadah terbitan satu dengan yang lain biasa tidak sama. Karena itu, penulis artikel perlu mengetahui aturan yang ditetapkan oleh wadah terbitan menjadi tujuannya, misalnya kaidah selingkung Jurnal Ilmu Pendidikan (JIP) jika panulis hendak mengirimkan  artikelnya ke JIP.

KAIDAH PENULISAN UNIVERSAL
            Tata tulis artikel yang bersifat “universal” (dalam konteks Indonesia ) mengacu pada penggunaan ragam bahasa Indonesia (tulis) yang baku. Unsur utama dalam bahasa Indonesia (tulis) yang baku adalah ejaan. Ejaan dalam penyampaian ide/gagasan seseorang secara tertulis direpresentasikan dengan kata kepada orang lain (sasaran komunikasi) mempunyai kedudukan yang sangat penting. Dikatakan oleh Rifai (1995) bahwa kata yang digunakan untuk menyampaikan satuan-satuan makna dengan corak, nuansa dan kekuatan yang berbeda-beda. Kekuatan kata dalam bahasa tulis sepadan dengan warna dalam lukisan, nada dalam musik, dan bentuk dalam ukiran. Unsur utama dalam bahasa tulis (ejaan) inilah yang membedakannya dengan ragam bahasa lisan, yang lebih menekankan unsur lafal. Sedangkan unsur yang lain yang menjadi ciri bahasa Indonesia tulis yang baku adalah peristilahan, bentuk dan pilihan kata, pengalimatan, pengalinaan, dan tanda baca (Lumintaintang,1996).
            Unsur-unsur bahasa Indonesia (tulis) diatas harus diperhatikan, dicermati, dan digunakan dalam menulis artikel ilmiah. Hal ini mengarahkan kita untuk mengatakan bahwa tidak tepat lagi pemakaian tanda baca (koma) yang dihubungkan dengan panjang-pendeknya nafas. Mengapa? arena dalam penyampaian gagasan ide seseorang yang dipresentasikan dengan bahasa tulis, setiap pemakaian tanda baca akan memiliki nilai semantik.
            Penerapan kaidah-kaidah penulisan yang bersifat “universal” dalam penulisan artikel ilmiah, berdasarkan pencermatan beberapa artikel yang masuk ke Jurnal Ilmu Pendidikan (JIP) selama ini, masih banyak mengalami kendala. Fenomena ini mungkin disebabkan oleh antara lain adanya ragam kedwibahasaan penulis, penekanan unsur utama yang berbeda antara bahasa tulis dan bahasa lisan, dan sikap penulis terhadap bahasa Indonesia yang belum sepenuhnya positif.

SISTIMATIKA PENULISAN
            Sistematika perjenjangan atau peringkat judul artikel dan bagian-bagiannya dilakukan dengan menggunakan jenis huruf yang berbeda, cetak miring, an letaknya pada halaman (bukan menggunakan angka atau abjad). Penanda jenjang atau peringkat dilakukan dengan cara berikut.
(1)      Peringkat 1 ditulis dengan huruf besar semua, bold , dan diletakkan di tengah judul (judul artikel)
(2)      Peringkat  2 ditulis dengan huruf besar semua, bold, dan diletakkan di tepi kiri
(3)      Peringkat  3 ditulis dengan huruf besar kecil, bold, dan letakkan di tepi kiri
(4)       Peringkat 4 ditulis dengan huruf besar kecil dengan cetak miring, bold, dan diletakkan di tepi kiri

Cara Merujuk
            Secara umum cara merujuk dalam penulisan artikel ilmiah dapat dipilah menjadi tiga yaitu perujukan dengan menggunakan catatan kaki, perujukan dengan menggunakan catatan akhir, dan perujukan dengan menggunakan tanda kurung. Perujukan dengan menggunakan catatan kaki (foot note) yaitu dengan cara menyebut langsung informasi sumber rujukan secara lengkap pada akhir setiap halaman sesuai dengan urutan tanda pengacuan dalam teks. Informasi sumber rujukan pada catatan kaki meliputi nama pengarang, judul sumber rujukan, kota tempat penerbitan, penerbit, tahun dan nomor halaman. Sedangkan untuk merujuk karya yang telah dirujuk sebelumnya, tetapi halaman yang dirujuk berbeda, digunakan singkatan op.cit dengan diikuti nomor halaman sumber yang dirujuk. Apabila akan merujuk suatu karya ulang telah dirujuk sebelumnya pada halaman yang sama dan telah diselang oleh perujukan sumber lain, digunakan singkatan Loc.cit.
            Perujukan dengan menggunakan catatan akhir prinsipnya tidak berbeda dengan cara pertunjukan yang menggunakan catatan kakai. Bedanya, pada rujukan cara ini informasi sumber rujukan secara lengkap diberikan pada akhir tulisan dengan urutan yang sesuai dengan tanda pengacuan yang digunakan dalam teks.
            Di UNM, digunakan perujukan dengan tanda kurung. Perujukan dengan tanda kurung adalah perujukan yang dilakukan dengan menggunakan nama akhir dan tahun yang di cantumkan di antara tanda kurung. Jika ada dua pengarang, perujukan dilakukan dengan cara menyebut nama akhir kedua pengarang tersebut. Jika pengarangnya lebuh dari dua orang, penulisan rujukan dilakukan dengan cara menulis nama pertama dari pengarang tersebut diikuti dengan dkk. Jika nama pengarang tidak disebutkan, yang dicantumkan dalam rujukan adalah nama lembaga yang menerbitkan, nama dokumen, atau nama koran. Untuk karya terjemahan, Perujukan dilakukan dengan cara menyebutkan nama pengarang aslinya. Rujukan dari dua sumber atau lebih yang ditulis oleh pengarang yang berbeda dicantumkan dalam satu tanda kurung dengan titik koma sebagai tanda pemisahnya.

Cara Merujuk Kutipan Langsung
            Kutipan kurang dari 40 Kata
            Kutipan yang berisi kurang dari 40 kata ditulis di antara tanda kutip (”...”) sebagai bagian yang terpadu dalam teks utama, dan diikuti nama pengarang, tahun dan nomor halaman. Nama pengarang dapat ditulis secara terpadu dalam teks atau menjadi satu dengan tahun dan nomor halaman di dalam kurung.Lihat contoh berikut.
            Nama pengarang disebut dalam teks secara terpadu.
Contoh:
Soebronto (1990:123) menyimpulkan ”ada hubungan yanmg erat antara faktor sosial ekonomi denagn kemajuan belajar ”.
            Nama pengarang disebut bersama dengan tahun penerbitan dan nomor halaman.
Contoh:
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah ”ada hubungan yang erat antara faktor sosial ekonomi dengan kemajuan belajar” (Soebronto,1990:123).
            Jika ada tanda kutip dalam kutipan, digunakan tanda kutip tunggal (’...’).
Contoh :
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah ”terdapat kecenderungan semakin banyak ’campur tangan’ pimpinan perusahaan semakin rendah tingkat partisipasi karyawan di daerah perkotaan” (Soewignyo,1991:101).
Kutipan 40 kata atau lebih
            Kutipan yang berisi 40 kata atau lebih ditulis tanpa tanda kutip secara terpisah dari teks yang mendahului, ditulis 1,2 cm (1 spasi) dari garis tepi sebelah kiri dan kanan, dan diketik dengan spasi tunggal. Nomor halaman juga harus ditulis.
Contoh:          
Suyanto (1998:202) menarik kesimpulan sebagai berikut.
Alih latihan memungkinkan mahasiswa memanfaatkan apa yang didapatkan dalam PBM untuk memecahkan persoalan riel dalam kehidupan. Kemampuan transfer telah dimiliki oleh mahasiswa jika mahasiswa itu mampu menerapkan pengetahuan, keterampilan, informasi, dan sebagainya sebagai hasil belajar pada latar yang berbeda (kelas, laboratorium, simulasi, dan sejenisnya) ke latar yang riel, yaitu kehidupan nyata dalam masyarakat. Jika kemampuan ini dapat dibekalkan kepada mahasiswa, mereka akan memiliki wawasan pencipta kerja setelah lulus dari perguruan tinggi.

            Jika dalam kutipan terdapat paragraf baru lagi, garis barunya dimulai dengan lima ketukan lagi dari tepi garis teks kutipan.

Kutipan yang Sebagian Dihilangkan
            Apabila dalam mengutip langsung ada kata-kata dalam kalimat yang dibuang, maka kata-kata yang dibuang diganti dengan tanda titik.
Contoh:
”Semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah... diharapkan sudah melaksanakan kurikulum baru” (Manan, 1995: 278).
            Apabila ada kalimat yang dibuang, maka kalimat yang dibuang diganti dengan empat titik.
Contoh :
”Gerak manipulatif adalah keterampilan yang memerlukan koordinasi antara mata, tangan, atau bagian tubuh lain... Yang termasuk gerak manipulatif antara lain adalah menangkap bola, manendang bola, dan menggambar” (Asim,1995:315).

Cara Merujuk kutipan tidak langsung
            Kutipan yang disebut secara tak langsung atau dikemukakan dengan bahasa penulis sendiri ditulis tanpa tanda kutip dan terpadu dalam teks. Nama pengarang bahan kutipan dapat disebut terpadu dalam teks, atau disebut dalam kurung bersama tahun penerbitannya. Jika memungkinkan nomor halaman disebutkan. Perhatikan contoh berikut.
            Nama pengarang tersebut terpadu dalam teks.
Contoh :
Salimin (1990:13) tidak menduga bahwa mahasiswa tahun ketiga lebih baik daripada mahasiswa tahun keempat.
            Nama pengarang disebut terpadu dalam kurung bersama tahun penerbitannya.
Contoh:
Mahasiswa tahun ketiga ternyata lebih baik dari pada mahasiswa tahun keempat (Salimin, 1990:13).

Cara Menulis Daftar Rujukan
            Daftar rujukan merupakan daftar yang berisi buku, makalah, artikel, atau bahan lainnya yang dikutip baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahan-bahan yang dibacaakan tetapi tidak dikutip seyogyanya tidak dicantumkan dalam daftar rujukan, sedangkan semua bahan yang dikutip secar langsung ataupun tidak langsung dalam teks harus dicantumkan dalam daftar rujukan. Pada dasarnya, unsur yang ditulis dalam daftar Rujukan secara berturut-turut meliputi (1) nama pengarang ditulis dengan urutan :nama akhir, nama awal, dan nama tengah, tanpa gelar akademik, (2) tahun penerbitan, (3) judul, termasuk subjudul, (4)tempat penerbitan, dan (5) nama penerbit. Unsur-unsur tersebut dapat bervariasi tergantung jenis sumber pustakanya. Jika penulisnya lebih dari satu, cara penulisannya sama dengan penulis pertama.
            Nama pengarang yang terdiri dari dua bagian ditulis dengan urutan: nama akhir diikuti koma, nama awal (disingkat atau tidak disingkat tetapi harus konsisten dalam satu karya ), diakhiri dengan titik. Apabila sumber yang dirujuk ditulis oleh tim, semua nama penulisnya harus dicantumkan dalam daftar rujukan.
Rujukan dari buku
Tahun penerbitan ditulis setelah nama pengarang, diakhiri dengan titik. Judul buku ditulis dengan huruf miring, dengan huruf besar pada awal setiap kata, kecuali kata hubung. Tempat penerbitan dan nama penerbit dipisahkan dengan titik dua (:).
Contoh :
Strunk, w., Jr.& White, E.B. 1979. The Elements of Style (3rd ed.). New York: Macmillan.
Dekker, N. 1992. Pancasila sebagai ideology bangsa: Dari pilihan satu-satunya ke satu-satunya Azas. Malang: FPIPS IKIP MALANG.
            Jika ada beberapa buku yang dijadikan sumber ditulis oleh orang yang sama dan diterbitkan dalam tahun yang sama pula, data tahun penerbitan diikuti oleh lambang a, b, c, dan seterusnya yang urutannya ditentukan secara kronologis atau berdasarkan abjad judul buku-bukunya.
Contoh:
Cornet, L. & Weeks, K.1985a.Carrer Ladder plans: Trends and Emerging Issues-1985 .  Atlanta ,GA: Carrer Ladder Clearinghouse.
Cornet, L. & Weeks, K. 1985b.Planning Carrer Ladders:Lessons from the states. Atlanta, GA: Career Ladder Clearinghouse.

Rujukan dari Buku Yang Berisi Kumpulan Artikel (Ada Editornya)
            Cara menulis rujukan dari buku berisi kumpulan artikel yang ada editornya adalah seperti menulis rujukan dari buku ditambah dengan tulisan (Ed.) jika ada satu editor dan (Eds.) jika editornya lebih dari satu, di antara nama pengarang dan tahun penerbitan.
Contoh:
 Lethridge, S. & Cannon,  C.R. (Eds.). 1980. Bilinggual education: Teaching English as a Second Language. New York : Praeger.
Aminuddid (Ed.). 1990. Pengembangan penelitian kualitatif dalam Bidang BAhasa dan Sastra. Malang : HISKI Komisariat Malang dan YA 3.

Rujukan dari Artikel dalam buku Kumpulan Artikel (Ada Editornya)
            Nama pengarang artikel ditulis di depan diikuti dengan tahun penerbitan. Judul Artikel ditulis tegak (tidak miring). Nama editor ditulis seperti menulis nama biasa, diberi keterangan (Ed.) bila hanya satu editor, dan (Eds.) bila lebih dari satu editor. Judul buku kumpulannya ditulis dengan huruf miring, dan nomor halamannya disebutkan dalam kurung.
Contoh :
Hartley, J. T. Harker, J. O. & Walsh, D.A. 1980. Contemporary Issues and New Directins in Adult Development of Learnning and Memory. Dalam L. W. Poon (Ed.), Aging in the 1980s: Psychological Issues (hlm.239-252). Washington, D.C.: American Psychological Assosiation.
Hasan, M. Z. 1990. Karakteristik penelitian Kualitatif. Dalam Aminuddin (Ed.), Pengembangan penelitian Kualitatif dalam bidang Bahasa dan Sastra (hlm. 12-25). Malang : HISKI  Komisariat Malangf dan YA3.

Rujukan dari Artikel dalam Jurnal
            Nama penulis ditulis paling depan diikuti dengan tahun dan judul artikel yang ditulis dengan cetak tegak, dan huruf besar pada tiap awal kata. Nama jurnal ditulis dengan cetak miring dan huruf awal setiap katanya ditulis dengan huruf besar kecuali kata hubung. BAgian akhir berturut–turut ditulis jurnal tahun ke berapa, nomor berapa (dalam kurung), dan nomor halaman dari artikel tersebut.
Contoh:
Hanafi, A. 1989. Partisipasi dalam Siaran Pedesaan dan Pengadopsian Inovasi. Forum penelitian, I (1): 33-47

Rujukan dari Artikel dalam Majalah atau Koran

Nama Pengarang ditulis paling depan, diikuti oleh tanggal, bulan dan tahun (jika ada). Judul artikel ditulis tegak (tidak miring), dan huruf besar pada setiap huruf awal kata, kecuali kata hubung. Nama majalah ditulis dengan huruf pertama setiap kata, dan dicetak miring. Nomor halaman disebut pada bagian akhir.
Contoh :
Gardner,  H. 1981. Do Babies Sing a Universal Song? Psychology Today hlm.70-76.
Suryadarma, S. V. C. 1990. Prosesor dan Interface: Komunikasi Data. Info Komputer, IV (4):46-48.
Huda, M. 13 November, 1991. Menyiasati Krisis Listrik Musim Kering. Jawa Pos, hlm. 6.

Rujukan dari Koran Tanpa Penulis
            Nama koran ditulis sebagai awal. Tahun, tanggal, dan bulan ditulis setelah nama koran, kemuadian judul ditulis dengan huruf besar-kecil dicetak miring dan diikuti dengan nomor halaman.
Contoh:
Jawa Pos. 1995, 22 April. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri. hlm. 3.

Rujukan dari Dokumen Resmi Pemerintah yang Diterbitkan oleh suatu Penerbit Tanpa Penagrang dan Tanpa Lembaga
Judul atau nama dokumen ditulis dibagian awal dengan cetak miring,diikuti tahun penerbitan dokumen, kota penerbit dan nama penerbit.
Contoh :
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: Diperanyak oleh PT Armas Duta Jaya.

Rujukan dari Lembaga Yang Ditulis Atas Nama Lembaga Tersebut
            Nama lembaga penanggung jawab langsung ditulis paling depan, diikuti tahun, judul karangan, nama tempat penerbitan, dan nama lembaga tertinggi yang bertanggung jawab atas penerbitan karangan tersebut.
Contoh :
 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta: Departemen Pendididkan dan Kebudayaan.

Rujukan Berupa Karya Terjemahan
            Nama pengarang asli ditulis paling depan,diikuti tahun penerbitan karya asli, judul terjemahan, nama penerjemah, tahun terjemahan, nama tempat penerbitan dan nama penerbit terjemahan. Apabila tahun penerbitan buku asli tidak dicantumkan, ditulis dengan kata Tanpa tahun,
Contoh :
Ary, D., Jacobs, L.C.& Razavieh, A. Tanpa Tahun. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh Arief Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional.
Rujukan Berupa Skripsi ,Tesis, atau Disertasi
            Nama penyusun ditulis paling depan, diikuti tahun yang tercantum pada sampul, judul skripsi, tesisatau disertasi ditulis dengan garis bawah diikuti dengan pernyataan skripsi, tesis, atau disertasi tidak diterbitkan, nama kota tempat perguruan tionggi, nama fakultas serta nama perguruan tinggi.
Contoh:
Pangaribuan, T. 1992. Perkembangan Kompetensi Kewacanaan pembelajar Bahasa Inggris di LPTK. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana IKIP MALANG.

Rujukan Berupa Makalah yang Disajikan dalam Seminar, Penataran, atau Lokakarya
            Nama penulis ditulis paling depan, dilanjutkan dengan tahun. Judul makalah dituls dengan cetak miring, kemudian diikuti pernyataan ”Makalah disajikan dalam....”, nama pertemuan, lembaga penyelenggara, tempat penyelenggaraan, dan tanggal serta bulannya.
Contoh:
Huda, N.1991. Penelitian Laporan Penelitian untuk Jurnal. Makalah disajikan dalam Lokarkarya Penelitian Tingkat Dasar bagi Dosen PTN dan PTS di Malang Angkatan XIV, Pusat  Penelitian IKIP MALANG, Malang,12 Juli.

Rujukan dari Internet berupa Karya Individual
            Nama penulis ditulis seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti secar berturut-turut oleh tahun, judul karya tersebut (cetak miring) dengan diberi keterangan dalam kurung (online), dan diakhiri dengan alamat sumber rujukan tersebut disertai dengan keterangan kapan diakses, di antara tanda kurung.
Contoh :
Hitchock, S., Carr, L. & Hall, W. 1996. A Survey of  STM  Online Journals, 1990-1995: The Calm before the strom, (Online), (http:// journal.ecs. soton. Ac.uk/survey/survey .html, diakses 12 juni 1996).
Rujukan dari Internet berupa Artikel dari Jurnal
            Nam penulis ditulis seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti secara berturut-turut oleh tahun, judul artikel, nama jurnal (dicetak miring) dengan diberi keterangan dalam kurung (online), Volume dan nomor, dan diakhiri dengan alamat sumber rujukan tersebut disertai dengan keterangan kapan diakses, diantara tanda kurung.
Contoh :
Griffith, A. l. 1995. Corrditang Familiy and school: Mothering for Schooling. Educatin Policy Analysis Archives, (Online), Vol. 3, No. 1, (http://olam.ed.asu edu/epaa/, diakses 12 Februari 1997).
Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan, (Online), Jilid 5,No 4, (http://www.malang.ac.id,dikases 20 Januari 2000).


Rujukan dari Internet berupa Bahan Diskusi
            Nama penulis ditulis seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti secara berturut-turut oleh tanggal, bulan, tahun, topik bahan diskusi, nama bahan diskusi (dicetak miring) dengan diberi keterangan dalam kurung (Online), dan diakhiri dengan alamat e-mail sumber rujukan tersebut desertai dengan keterangan kapan diakses, di antara tanda kurung.
Contoh:
Wilson, D. 20 November 1995. Summary of Citing internet Sites. NETTRAIN  Discusions  List, (Online), (NETRAIN @ubvm. Cc. buffalo. edu, dikases 22 November 1995).

Rujukan dari Internet berupa E-mail Pribadi
            Nama pengirim (jika ada) dan disertai keterangan dalam kurung (alamat e-mail pengirim), diikuti secarta berturut-turut oleh tanggal, bulan, tahun, topik isi bahan (dicetak miring), nama yang dikirimi desertai keterangan dalam kurung (alamat e-mail yang dikirimi).
Contoh:
Davis, A. (a. davis@uwts.edu.au), 10 Juni 1996. Learning to Use Web Authoring Tools. E-mail kepada Elison Hunter (huntea@usq. Edu.au).
Naga, Dali S. (ikip-jkt@indo.net.id). 1 Oktober 1997. Artikel untuk JIP. E-mail kepada Ali Saukah (jippsi@mlg.ywc.or.id).

LINGUISTIK


BAB 1

PENDAHULUAN

Pengertian Linguistik

Kata linguistik (linguistics-Inggris) berasal dari bahasa Latin “lingua” yang berarti bahasa. Dalam bahasa Perancis “langage-langue”; Italia “lingua”; Spanyol “lengua” dan Inggris “language”. Akhiran “ics” dalam linguistics berfungsi untuk menunjukkan nama sebuah ilmu, yang berarti ilmu tentang bahasa, sebagaimana istilah economics, physics dan lain-lain.
Menurut Pringgodigdo dan Hasan Shadili, sebagaimana dikutip oleh Mansoer Pateda, “linguistik adalah penelaahan bahasa secara ilmu pengetahuan”. Sedangkan  AS Hornby membagi kata linguidtics ke dalam dua kategori, sebagai kata sifat dan kata benda. Linguistics sebagai kata sifat berarti “the study of language and languages”. Sedangkan linguistics sebagai kata benda, berarti “the science of language; methods of learning and studying languages”. Dengan demikian, linguistik menurut AS Hornby berarti ilmu bahasa atau metode mempelajari bahasa.
Sementara Ramelan berpendapat bahwa:“Linguistics is the name of a science, just like economics, physics and mathematics. The term comes from the world ‘language’ which get suffix ‘ics’ to denote the name of science. Linguistics is a scientific study of language, or science about language Jadi, menurut Ramelan linguistik tidak lain adalah suatu studi tentang bahasa atau ilmu bahasa.
Sedangkan Ronald W Langacker (1973) berpendapat bahwa linguistics is the study of human language. Dari pendapat Langacker ini dapat kita simpulkan bahwa hanya bahasa manusia lah yang menjadi objek kajian linguistik, sementara “bahasa hewan atau animal language tidak termasuk wilayah kajian linguistik.
Dalam literatur berbahasa Arab istilah fiqh al-lughoh   dan ilm lughoh sering digunakan untuk menyebut  ilmu linguistik ini. Namun demikian antara fiqh al-lughoh dan ilmu al-lughoh sering dibedakan pengertiannya. Emil Ya’qub menjelaskan perbedaan kedua istilah tersebut berikut ini.
“Ditinjau dari segi pendekatannya, fiqh al-lughoh mempelajari bahasa disebabkan  karena  fungsi bahasa sebagai media/pengantar untuk mempelajari kebudayaan atau peradaban suatu bangsa. Sedangkan ilmu al-lughoh mempelajari bahasa karena bahasa itu sendiri bukan karena fungsinya sebagai penjelas sutau peradaban. Dengan demikian dalam fiqh al-lughoh bahasa dipelajari sebagai alat untuk mencapai tujuan yang lebih besar yaitu mempelajari peradaban, sementara dalam ilmu al-lughoh bahasa dipelajari sebagai tujuan atau sebagaimana diungkapkan oleh De Saussure objek sesungguhnya dan satu-satunya dari ilmu al-lughoh adalah bahasa itu sendiri.
Cakupan kajian fiqh al-lughoh  lebih luas dan menyeluruh karena tujuan akhir fiqh al-lughoh ini adalah mempelajari budaya dan peradaban serta kehidupan pemikiran dari berbagai aspeknya. Oleh karena itu, mereka yang menekuni bidang ini (fuqoha al-lughoh) sering melakukan pengklasifikasian dan pembandingan bahasa yang satu dengan bahasa yang lain, penelusuran teks-teks klasik dan lain-lain dalam rangka mengetahui nilai-nilai kultural terkandung di dalamnya. Dengan kata lain fiqh al-lughoh  bisa dianggap sebagai “tempat berpijak” bagi ilmu al-lughoh di satu sisi dan ilmu-ilmu budaya dan humaniora pada sisi yang lain. Berbeda dengan ilmu al-lughoh yang hanya memfokuskan dirinya  pada penganalisisan struktur bahasa dan mendiskripsikannya, sehingga jika ada yang  melebihi kedua hal tersebut, berarti telah mendekati bidang cakupan fiqh al-lughoh.
Fiqh al-lughoh kalaupun mempelajari bahasa, pendekatannya lebih bersifat historis-komparatif (historical comparative), sedangkan Ilmu al-lughoh lebih bersifat deskriptif-struktural”.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa istilah bahasa Arab  yang paling pas untuk menyebut ilmu linguistik adalah “ilmu al-lughoh”.  Sedangkan fiqh al-lughoh sering digunakan untuk menyebut istilah philologi yakni ilmu yang mempelajari naskah-naskah klasik ditinjau dari segi keautentikannya maupun dari segi isi dan kandungannya.

OBJEK LINGUISTIK


Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa objek kajian linguistik tidak lain adalah bahasa, yakni bahasa manusia yang berfungsi sebagai sistim komunikasi yang menggunakan ujaran sebagai medianya; bahasa keseharian manusia; bahasa yang dipakai sehari-hari oleh manusia sebagai anggota masyarakat tertentu, atau dalam bahasa Inggris disebut dengan an ordinary language atau a natural language. Ini berarti bahasa lisan (spoken language) sebagai obyek primer linguistik, sedangkan bahasa tulisan (written language) sebagai obyek sekunder linguistik, karena bahasa tulisan dapat dikatakan sebagai “turunan” bahasa lisan.[1]
Sementara itu, Ferdinand De Saussure (1857-1913), -seorang ahli linguistik kebangsaan Swiss yang dianggap sebagai bapak linguistik modern- menegaskan bahwa objek linguistik mencakup “langage, langue dan parole”. Langage (Inggris; Linguistic disposition) adalah bahasa pada umumnya, seperti dalam ungkapan “manusia mempunyai bahasa, sedangkan hewan tidak mempunyai bahasa”. Langue (Inggris; language) berarti bahasa tertentu seperti bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Indonesia dan lain-lain. Sedangkan parole (Inggris; speech) berarti logat, ucapan atau tuturan. Sebenarnya kata Language dalam bahasa Inggris meliputi baik langage maupun langue dalam bahasa Perancis. Namun demikian, parole merupakan objek kongkrit linguistik, langue merupakan objek yang sudah lebih abstrak, sedangkan langage merupakan objek yang paling abstrak.[2]
Sebenarnya ada beberapa ilmu yang berhubungan dengan bahasa sebagai objek kajiannya, antara lain:
  1. Ilmu tentang bahasa atau ilmu-ilmu tentang aspek-aspek bahasa; dan dalam hal ini bahasa digunakan dalam arti harfiyah. Inilah yang disebut pure linguistik atau linguistik murni.
  2. Ilmu-ilmu tentang bahasa; dan dalam hal ini, istilah bahasa digunakan dalam arti metaforis atau kiasan. Contoh ilmu yang termasuk kategori ini adalah kinesik dan paralinguistik. Kinesik adalah ilmu tentang gerak tubuh/kial/ body language, seperti anggukan kepala, isyarat tangan dan lain-lain. Paralinguistik adalah ilmu yang memusatkan perhatiannya pada aktifitas-aktifitas tertentu yang mengiringi pengucapan bahasa, seperti desah nafas, decak, ketawa, batuk-batuk kecil, bentuk-bentuk tegun seperti ehm, anu, apa itu, apa ya dan lain sebagainya.
  3. Ilmu-ilmu yang salah satu dasarnya adalah bahasa. Contohnya adalah fonetik, etnolinguistik, psikolinguistik dan sosiolinguistik. Fonetik mempelajari salah satu unsur bahasa yaitu bunyi bahasa sebagai objek kajian utamanya. Etnolinguistik atau antropolinguistik adalah ilmu yang meneliti seluk beluk hubungan aneka pemakaian bahasa dengan pola kebudayaan dalam masyarakat tertentu atau ilmu yang mencoba mencari hubungan antara bahasa, penggunaan bahasa dan kebudayaan pada umumnya. Psikolinguistik  mempelajari seluk beluk aneka pemakaian bahasa dengan perilaku akal budi manusia atau ilmu yang mempelajari bahasa sebagai akibat latar belakang kejiwaan penutur bahasa. Sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk pemakaian bahasa dengan perilaku sosial, atau ilmu yang mmpelajari hubungan antara aspek sosila dengan kegiatan berbahasa.
  4. Ilmu tentang pendapat-pendapat mengenai bahasa. Contohnya metalinguistik, yakni ilmu yang membicarakan seluk beluk “bahasa” yang dipakai untuk menerangkan bahasa yang tercermin dalam istilah studi teori linguistik, studi metode linguistik dan lain-lain.
  5. Ilmu-ilmu mengenai ilmu bahasa. Yang termasuk kategori ini adalah studi-studi yang mengkhususkan dirinya pada ilmu linguistik itu sendiri, sperti studi tentang sejarah perjalanan ilmu linguistik, studi linguistik pada abad ke dua puluh dan lain-lain.

Dari kelima jenis ilmu tersebut di atas, maka hanya nomor (1) saja yang bisa disebut sebagai ilmu linguistik yang murni karena objeknya bahasa yang benar-benar bahasa, sedangkan objek keempat ilmu lainnya bukanlah bahasa dalam pengertian sehari-hari[3]. Bahasa yang menjadi objek linguistik dipelajari dari berbagai aspeknya atau tatarannya. Tataran bahasa itu meliputi aspek bunyi, morfem dan kata, frase dan kalimat serta aspek makna. Cabang linguistik yang mempelajari aspek bunyi bahasa adalah fonologi. Tataran morfem atau kata dipelajari dalam morfologi. Tataran frase/kalimat dibahas dalam sintaksis. Sedangkan aspek makna bahasa dipelajari dalam ilmu tersendiri yang disebut semantik. Dungan demikian, dapat disimpulkan bahwa cabang-cabang linguistik ditinjau dari tatarannya terdiri dari fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik. 

LINGUISTIK SEBAGAI ILMU


Sebagai suatu disiplin ilmu, linguistik haruslah memenuhi berbagai persyaratan atau kriteria untuk bisa disebut sebagai ilmu. Kriteria itu sebagaimana dikemukakan oleh SJ Warouw (1956) antara lain:
  1. Pengetahuan itu harus teratur dan sitematis,
  2. Pengetahuan itu harus bersifat progresif, terus menerus menguasahakan atau berkembang ke arah yang lebih maju, dan
  3. Pengetahuan itu bersifat otonom, artinya bersifat mandiri dan bebas dalam kalangan sendiri.
Sementara itu, Oliva (1982) menjelaskan bahwa untuk bisa disebut sebagai ilmu maka harus memenuhi beberapa kraktristik sebagai berikut:
  1. Memiliki prinsip-prinsip. Artinya suatu ilmu pengetahuan harus memiliki sperangkat konstruk-konstruk teoritis atau prinsip yang membangun ilmu pengetahuan tersebut.
  2. Memiliki objek kajian yang jelas. Dalam hal ini linguistik memiliki objek kajian yang sudah mapan yaitu bahasa dengan segala aspeknya.
  3. Memiliki kelompok teoritisi dan praktisi. Artinya, setiap ilmu pengetahuan haru memiliki para ahli yang berkecimpung pada tataran teoritis maupun praktis. Dengan demikian linguistik juga harus memiliki para ahli di bidang teori-teori linguistik (teoritisi) dan para penerap linguistik di lapangan (paktisi).
Sedangkan Ramelan (1991), persayaratan ilmu itu antara lain;
  1. The subject matter of a science should be clearly defined in such a way that is clearly separated from the rest of universe (objek kajian suatu ilmu harus jelas dan definitif sehingga bisa dibedakan dari objek-objek kajian yang lain yang ada di alam ini)
  2. The observation and investigation of the subject matter should be carried out objectively without involving the subjective and personal attitude of the investigatior; the description of it, which is based on the result of investigation, should likewise be objective. (Pengamatan dan penelitian terhadap objek kajiannya harus dilaksanakan secara objektif tanpa melibatkan sikap subjektif dari peneliti; demikian juga pendeskripsian tentang objek kajian itu –yang didasarkan atas hasil penelitian- juga harus bersifat objektif)
  3. Generalizations of observed facts will lead to inductive establishment of the so called “laws”, which should be verifiable by any competent observer. The validity of these laws has to be tested by applying them to that part of the data not used in forming the genaralizations. (Generalisasi atas fakta-fakta amatan akan mengarah pada terbentuknya “hukum-hukum” secara induktif yang bisa diuji kembali kebenarannya oleh peneliti lain yang kompeten. Validitas atau kebenaran hukum-hukum itu harus diuji dengan cara menerapkannya pada sebagian dari data amatan tersebut, bukan digunakan dalam membentuk generalisasi.
  4. Statements on the results of investigation should be arranged in a systematized form so that it will be easy for other people to read and study.  Hasil-hasil penelitian tersebut harus disusun dalam bentuk yang sistematis sehingga akan memudahkan orang lain dalam membaca dan mempelajarinya.
  5. A scince is never static; it always considers its findings and its establihsed laws, and is ready to change or modify them when they are refused by additional data or by new findings. (Ilmu itu tidak pernah statis. Ilmu selalu mempertimbangkan kembali temuan dan hukum-hukumnya yang sudah mapan dan siap untuk merubah atau memodifikasikannya apabila ada data atau temuan baru yang menolaknya).

Berpijak pada apa yang telah dikemukakan oleh Ramelan tersebut di atas, maka jelaslah bahwa objek kajian linguistik adalah bahasa. Istilah bahasa memang sering disalahfahami oleh orang. Sebagian orang menganggap bahasa mencakup  semua sarana yang bisa digunakan sebagai alat komunikasi seperti tulisan, isyarat, gerakan tangan dan bibir yang digunakan oleh kelompok orang tuli dan bisu dan lain-lain. Oleh karena itu perlu ada definisi yang jelas mengenai bahasa yang menjadi objek kajian linguistik. Dalam ilmu linguistik bahasa juga diartikan sebagai alat komuniasi yang dengannya pesan dapat tersampaikan. Namun demikian, ada perbedaan antara bahasa dengan alat komunikasi yang lain berkaitan dengan medianya. Sebagai contoh, dalam tulisan, medianya adalah simbol-simbol tertulis, dalam isyarat medianya adalah gerakan tubuh. Sedangkan dalam bahasa, media yang digunakan untuk berkomunikasi adalah bunyi-bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat organ manusia. Oleh karena itu, dalam perspektif ilmu linguistik, sistim atau alat komunikasi lain yang tidak menggunakan bunyi ujaran sebagai medianya tidak termasuk bidang kajian linguistik. Dari sini jelaslah bahwa objek kajian linguistik adalah sistim bunyi yang terartikulasi dan digunakan oleh manusia dalam komunikasi antar mereka.
Namun demikian, ketika kita bicara tentang studi bahasa, hal ini jangan disalahfahami dengan studi tentang bahasa tertentu sebagaimana kita kenal dalam perkataan sehari-hari. Sebagai contoh, studi bahasa Inggris atau bahasa Arab yang dilakukan oleh mahasiswa di perguruan tinggi tidak bisa disebut sebagai linguistik. Studi tentang bahasa-bahasa tersebut sebagai alat komunikasi didorong oleh adanya tujuan agar setelah menguasai bahasa-bahasa tersebut, seseorang yang mempelajarinya akan mampu menggunakannya sebagai alat komunikasi. Sementara itu, seorang linguis mungkin juga mempelajari bahasa Inggris atau bahasa Arab, tetapi minat atau tujuannya berbeda. Ia mempelajari bahasa-bahasa tersebut bukan bertujuan untuk menguasainya sebagai alat komunikasi –meskipun mungkin ia sangat mahir-, tetapi perhatian utamanya adalah mengetahui struktur internalnya, yakni untuk menemukan dan menjelaskan unit-unit penanda dasar bahasa tersebut (the signalling units of language) yang berupa fonem dan morfem serta bagaimana keduanya didistribusikan. Fonem dan morfem adalah unit penanda dasar setiap bahasa, sehingga keduanya bersifat universal. Setiap bahasa pasti mempunyainya.
Istilah “linguis” tidak diperuntukkan secara umum bagi siapapun yang mengetahui dan menguasai berbagai bahasa. Istilah yang tepat untuk mereka adalah “poliglot”. Sedangkan seorang “linguis” adalah seseorang yang ahli dalam menganalisis bahasa-bahasa, karena pekerjaan utamanya adalah menaganalisis unit-unit penanda bahasa. Seorang linguis juga bisa disebut sebagai “theorist about language” atau teoritisi bahasa karena ia mempelajari apa itu bahasa, bagaimana bahasa itu bekerja dan bagaimana bahasa dipelajari dan digunakan dalam masyarakat. 
Objektifitas dalam meneliti dan menganalisis bahasa dibuktikan dengan digunakannya instrumen-instrumen yang terjamin obyektifitasnya seperti spectograph, tape recorder dan lain-lain, sehingga kesimpulan mengenai fakta-fakta amatan dapat diuji kebenarannya oleh orang lain. Objektifitas penelitian bahasa juga dapat dibuktikan dengan adanya metodologi atau prosedur penelitian yang bisa ditelusuri dan diikuti oleh peneliti lain sehingga kesimpulan yang dibuatnya tidak akan jauh berbeda.
Linguistik menggunakan metode ilmiah seperti metode induktif  dan deduktif dalam meneliti bahasa. Metode induktif digunakan dalam menyusun generalisasi dari hasil penelitian yang diambil dari observasi-observasi yang mendalam. Sedangkan metode deduktif digunakan pada saat seorang linguis ingin menguji validitas atas teori atau hukum yang telah mapan sebelum ia melakukan penelitian.
Uraian-uraian atas hasil penelitian linguistik disusun dalam format tulisan yang sistimatis sehingga struktur dari bahasa yang diteliti dapat terungkap dengan baik. Hal ini dapat membantu orang lain  dalam membaca dan mempelajari  laporan penelitian.
Ciri ilmu yang terakhir adalah  bahwa ilmu itu tidak bersifat statis tetapi dinamis. Kedinamisan linguistik ditandai dengan keterbukaannya terhadap perubahan terutama jika ada data tambahan atau penemuan baru yang menolak teori-teori sebelumnya. Linguistik adalah ilmu yang selalu tumbuh dan berkembang serta senantiasa memperhatikan temuan-temuan  baru. Ini berarti mereka yang menyebut dirinya seorang linguis harus bersikap terbuka dan senantiasa menerima kebenaran-kebenaran baru dari hasil penelitian kebahasaan yang ada. Ketika seorang linguis meneliti bahasa dan membuat kesimpulan atas penelitiannya, ia tidak boleh menganggap kesimpulannya sebagai kebenaran final. Apa yang benar  pada saat tertentu belum tentu dianggap benar pada saat yang lain akibat adanya bukti atau data yang baru yang menggugurkannya. Dengan demikian pencarian kebenaran ilmiah merupakan suatu proses yang tidak akan pernah berhenti, dan inilah kekuatan sebuah ilmu yang akan selalu mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan.

LINGUISTIK DAN PEMBELAJARAN BAHASA


Mempelajari linguistik bagi calon guru bahasa akan membantu dalam melaksanakan tugas-tugasnya kelak. Beberapa manfaat yang bisa diambil antara lain:
  1. Linguistik –termasuk juga psikolinguistik dan sosiolinguistik- membekali guru tentang teori-teori seputar hakikat bahasa, proses berbahasa, pemerolehan bahasa, penggunaan bahasa secara aktual dalam komunikasi sehari-hari dan lain-lain yang bisa dijadikan asumsi dasar atau panduan dalam menentukan pendekatan, metode dan teknik pembelajaran bahasa termasuk di dalamnya adalah pengorganisasian materi.
  2. Linguistik membekali guru dengan kemampuan untuk menganalisis aspek-aspek bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, semantik) yang berguna dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan hambatan yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran bahasa.
  3. Pada dasarnya metodologi pengajaran bahasa adalah cabang linguistik terapan yang menitikberatkan perhatiannya pada kemungkinan teori-teori linguistik dipakai, dimanfaatkan atau dipraktekkan dalam proses pembelajarn bahasa. Dalam bahasa Jos Daniel Parera, ada istilah yang disebut “linguistik edukasional” yang diartikan sebagai suatu cabang linguistik terapan yang khusus menganalisis, menerangkan dan menjelaskan tentang praktek pelaksanaan pengajaran bahasa yang berlandaskan teori-teori kebahasaan.[4]
  4. Idealnya, seorang guru bahasa (asing) adalah juga seorang linguis atau praktisi/penerap linguistik yang menguasai dengan baik bahasa siswa  maupun bahasa asing  yang diajarkannya dalam semua aspeknya.

Perkembangan ilmu linguistik yang begitu cepat membawa perubahan-perubahan mendasar yang berkenaan dengan pengajaran bahasa. Ini berarti linguistik sangat berperan dalam memberikan arahan tentang berbagai metode pengajaran bahasa.[5]
Mengenai kaitan linguistik dan pengajaran bahasa, Soenardji menjelaskan sebagai berikut: Analisis ilmiah atas berbagai gejala yang terumuskan menjadi kaidah fonologik, morfologik dan sintaktis diproses menjadi bahan ajar dalam pengajaran bahasa. Hasil pembahasan akademik dan hasil penelitian yang punya bobot teoritik kebahasaan ditransfer menjadi dalil-dalil pemandu pemakaian bahasa yang baik dan benar melalui kegiatan pendidikan bahasa. Kalau kita umpamakan linguistik dan pengajaran sebagai dua kutub, maka antara dua kutub itu perlu adanya penyambung yang dapat melayani keduanya dengan sebaik-baiknya. Sarana pelayanan itu adalah suatu disiplin baru yang disebut linguistik  terapan. Bagi kepentingan pengajaran bahasa linguistik terapan tersebut memusatkan perhatiannya pada:
  1. Butir-butir teoritik yang mempunyai keabsahan kuat dalam linguistik, dan
  2. Pelbagai kemungkinan dan alternatif  untuk memandu pelaksanaan pengajaran bahasa. Kemungkinan dan alternatif itu diupayakan agar seiring dan sejalan dengan butir teoritik dalam linguistik.

Secara lebih transparan, Ramelan[6] menjelaskan tentang kegunaan linguistik terhadap pengajaran bahasa, antara lain:
  1. Memberi pijakan tentang prinsip-prinsip pengajaran bahasa asing, termasuk didalamnya pendekatan, metode dan teknik.
  2. Memberi arahan atau pijakan mengenai isi/materi bahasa yang akan diajarkan yang didasarkan pada diskripsi bahasa yang mendetail, termasuk cara mempresentasikan.
Selanjutnya Ramelan menyatakan, jika para linguis struktural percaya akan sumbangan linguistik terhadap pengajaran bahasa, maka linguis transformsional tidak pernah mengklaim demikian. Menurut yang terakhir, linguistik adalah suatu ilmu yang otonom, yang mencoba mempelajari bahasa sebagai alat komunikasi yang digunakan manusia tanpa mempertimbangkan kemungkinan teori mereka tentang bahasa dapat diterapkan  pada pengajaran bahasa. Ini mungkin tidak dapat dilepaskan dari sikap Chomsky sendiri (tokoh transformasional), bahkan dia pernah menyatakan dalam suatu konferensi guru-guru bahasa, bahwa seorang linguis tidak pernah bermaksud menyibukkan dirinya dalam persoalan-persoalan pengajaran bahasa (linguists never intended to address themselves to thee problem of teaching a language)[7]
Meskipun demikian, banyak penganut tranformasional yang percaya bahwa aspek kreatif bahasa yang ada pada diri seseorang (salah satu tinjauan aliran ini) dapat diterapkan pada pengajaran bahasa, misalnya dengan melatih siswa untuk menciptakan dan menghasilkan kalimat-kalimat dalam bahasa yang sedang mereka pelajari.
Sementara kesepakatan linguis struktural tentang peranan linguistik terhadap pengajaran bahasa, juga tidak terlepas dari sikap Bloomfield. Disamping dia seorang linguis, dia juga seorang yang ahli di bidang pengajaran bahasa. Hal ini ditunjukkan dari perhatiannya yang besar terhadap pengajaran bahasa-bahasa modern. Bahkan dia sangat mengkritik penggunaan metode tata bahasa terjemahan (grammar-translation method). Menurutnya tujuan utama pengajaran bahasa asing harus didasarkan pada penguasaan oral bahasa tersebut.[8] Dari sini lahir suatu pendekatan yang terkenal dengan “Oral-Aural Approach”.
 




[1] JWM Verhaar, Pengantar Lingguistik (Yogyakarta: UGM Press, 1985) hal. 3.
[2] Lihat Mansoer Pateda, Op.cit, hal 35, Verhaar, Op.Cit  hal. 3.
[3] Sudaryanto, Linguistik; Identitasnya, Cara Penanganan Objeknya dan Hasil Kajiannya,(Yogyakarta:   
      Duta Wacana University Press, 1996) hal. 6-7.
[4] Jos Daniel Parera, Linguistik Edukasional, (Jakarta: Erlangga, 1987) hal. 1
[5] Ramelan, Op. Cit, hal. i
[6] Ramelan, Op. Cit, hal 36-37.
[7] Ibid, hal. 38.
[8] Ibid, hal. 60.